NUSA DUA. Pemerintah Indonesia meluncurkan 100 unit mobil hijau yang menggunakan bahan bakar nabati (BBN), di KTT APEC 2013. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, peluncuran 100 unit bus dari PT Pertamina ini, sebagai titik tolak dari kemajuan industri biodiesel di Indonesia. Penggunaan bus berbahan bakar biodiesel ini sebagai salah satu contoh konkrit pemerintah dalam mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Jika ini terus dilanjutkan maka akan berdampak pada pengurangan impor BBM, serta menggerakkan industri biodiesel di dalam negeri. "Jika hal ini berkesinambungan, maka dalam waktu dekat Indonesia dapat menyelamatkan masyarakat dari penggunaan BBM, dan menyimpan devisa untuk masa depan bangsa," katanya, Jumat (4/10). Sementara, Kepala BKPM Mahendra Siregar menuturkan, ada tiga kelemahan yang dimiliki Indonesia saat ini. Pertama, ketergantungan impor yang berdampak pada neraca transaksi berjalan terus menerus. Kedua, lemah terhadap ketahanan fiskal, yang disebabkan kenaikan konsumsi dan subsidi BBM. Ketiga, kelemahan sawit menembus pasar internasional.
Indonesia luncurkan 100 unit bus biodiesel di APEC
NUSA DUA. Pemerintah Indonesia meluncurkan 100 unit mobil hijau yang menggunakan bahan bakar nabati (BBN), di KTT APEC 2013. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, peluncuran 100 unit bus dari PT Pertamina ini, sebagai titik tolak dari kemajuan industri biodiesel di Indonesia. Penggunaan bus berbahan bakar biodiesel ini sebagai salah satu contoh konkrit pemerintah dalam mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Jika ini terus dilanjutkan maka akan berdampak pada pengurangan impor BBM, serta menggerakkan industri biodiesel di dalam negeri. "Jika hal ini berkesinambungan, maka dalam waktu dekat Indonesia dapat menyelamatkan masyarakat dari penggunaan BBM, dan menyimpan devisa untuk masa depan bangsa," katanya, Jumat (4/10). Sementara, Kepala BKPM Mahendra Siregar menuturkan, ada tiga kelemahan yang dimiliki Indonesia saat ini. Pertama, ketergantungan impor yang berdampak pada neraca transaksi berjalan terus menerus. Kedua, lemah terhadap ketahanan fiskal, yang disebabkan kenaikan konsumsi dan subsidi BBM. Ketiga, kelemahan sawit menembus pasar internasional.