Indonesia makin leluasa kejar pajak ke luar negeri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk terus mendongkrak penerimaan pajak. Salah satunya dengan memburu para wajib pajak yang menyembunyikan hartanya di luar negeri dengan mengatasnamakan orang lain. Selama ini mereka tidak tersentuh.

Untuk itu pemerintah telah menjalin kerjasama dengan negara-negara lain, terutama dalam pertukaran informasi perpajakan melalui skema Automatic Exchange of Information (AEoI). Pertukaran informasi secara otomatis ini sudah bisa diterapkan pada September 2018 mendatang.

Pada 14 Juni 2018, Pemerintah Indonesia juga mengikuti kerjasama global forum OECD di Vaduz, Liechtenstein. Di Forum ini Indonesia telah menjalani asesmen untuk Exchange of Information (EoI) on Request atau pertukaran informasi berdasarkan permintaan. Dalam asesmen ini, OECD memiliki standar, yakni adanya aturan komprehensif untuk bisa mengakses beneficial ownership (BO).


Standar ini sudah bisa dipenuhi Pemerintah Indonesia, karena pada Maret 2018, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang BO yang mengatur keterbukaan pemilik manfaat dari sebuah korporasi. Salah satu tujuan beleid ini adalah mencegah upaya melarikan diri dari beban pajak melalui aktivitas pengelakan (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance).

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) John Hutagaol mengatakan, pada pertemuan di Liechtenstein, rating Indonesia naik dari yang sebelumnya partially compliant. Kenaikan rating ini membuat Indonesia lebih leluasa dalam pertukaran informasi pajak.

Indonesia berhasil menaikkan ratingnya dalam pertukaran informasi berdasarkan permintaan untuk tujuan perpajakan, dan menempatkan Indonesia sejajar dengan Amerika Serikat dan Jepang, katanya kepada KONTAN, Jumat (15/6).

John menjelaskan, berdasarkan data April 2018, Indonesia berada dalam daftar negara yang berada pada rating partially compliant dengan negara atau yurisdiksi lainnya, seperti Anguilla, Sint Maarten, Turki, Curaao, dan Ghana.

Sementara itu, Jepang, China, Colombia, Finlandia, Islandia, Korea, Lithuania, Meksiko, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Estonia, Prancis, Irlandia, Pulau Man, Italia, Jersey, Mauritius, Monako, New Zealand, dan Norwegia sudah berada di rating tertinggi, yakni compliant.

Sinyal positif

Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, kenaikan rating Indonesia untuk EoIR merupakan sinyal positif bagi perpajakan di Indonesia.

Apalagi menurutnya, pertukaran informasi secara permintaan tidak lagi hanya mencakup pada informasi keuangan saja melainkan juga sudah mencakup informasi atas BO. Informasi BO kini memang sudah bisa menjadi sesuatu yang dipertukarkan berdasar permintaan. Sebenarnya EoIR juga tidak hanya melulu tentang informasi keuangan tapi misalnya, advance ruling yang diberikan oleh otoritas pajak negara lain, ujarnya.

Menurutnya, selama ini, praktik BO erat kaitannya dengan fenomena aliran dana gelap ke luar yurisdiksi. Bahkan menurut Global Financial Integrity tahun 2015, selama 2004 sampai 2013, rata-rata aliran dana gelap ke luar Indonesia mencapai sebesar US$ 18.071 juta atau sekitar Rp 200 triliun per tahun.

Aliran dana gelap ini dapat dibagi menjadi dua cakupan. Pertama, dana hasil tindak kriminal, misalnya korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan yang terorganisir, dan sebagainya.

Kedua, dana yang didapatkan secara legal namun menjadi ilegal karena dipergunakan untuk pembiayaan tindak ilegal. Sebagai contoh seperti pendanaan untuk kegiatan terorisme atau pemindahan dana secara ilegal, misalnya pelanggaran hukum pajak.

Karena itu, target keterbukaan atas BO ini adalah tax haven yang dipakai untuk sembunyikan harga wajib pajak. Yang sering terjadi, wajib pajak yang merupakan BO, memiliki aset di Singapura dan menempatkan dana di Indonesia atas nama orang di Singapura yang notabene hanya nominee (pinjam nama).

Dengan menggunakan nominee, ia bisa mendapatkan fasilitas treaty benefit. Dengan fasilitas ini pembayaran pajaknya bisa lebih murah, atau tidak membayar pajak di Indonesia. Tapi dengan dipertukarkannya data BO, maka aktivitas menghindari pajak seperti itu bisa ditekan ataupun diminimalisir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini