Indonesia menuju krisis produksi kopi



Jakarta. Indonesia terkenal dengan komoditas kopinya. Namun, produktivitas biji kopi terus menurun. Akibatnya, saat ini peringkat Indonesia turun menjadi nomor tiga terbesar penghasil kopi di dunia setelah digeser Vietnam yang baru mengembangkan kopi.

Di Kabupaten Bener Meriah, Aceh misalnya, merupakan salah satu daerah yang mengalami krisis kopi. Sat ini, luas perkebunan kopi di Tanah Rencong ini mencapai 46.000 hektare dimana 50% diantaranya sudah merupakan tanaman tua.

Tanaman kopi ini sudah tidak produktif lagi, padahal daerah Bener Meriah ini dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terbaik di dunia. Selain menua, sebagian besar tanaman kopi juga terkena serangan hama.


"Hama bubuk buah menjadi momok buat petani dan juga jamur akar putih," ujar Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bener Meriah, Ahmad Ready, Minggu (3/7).

Penurunan produktivitas kopi sudah mulai terada si wilayah Aceh dan Sumatera Utara. Ahmad bilang, eksportir kopi saat ini kesulitan memenuhi kontrak sebesar 100 kontainer atau sekitar 2000 ton kopi setiap tahunnya ke manca negara.

Suhatsyah, Ketua Kelompok Tani Kejora Bersatu asal Kampung Suku Weh Ilang, Kabupaten Bener Meriah Aceh menambahkan, petani kopi membutuhkan dukungan pemerintah untuk meningkatkan produksinya. Petani sangat berharap bantuan pupuk khususnya pupuk organik serta penangan hama penyakit non kimiawi.

Pasalnya kopi di wilayahnya dikelola secara organik. “Kami membutuhkan bantuan bibit, karena tanaman sekarang sudah mulai menurun produksinya. Tentunya kami ingin bibit yang tahan terhadap nematode dan punya cita rasa yang baik”, kata Suhatsyah.

Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno mengatakan, saat ini di Sumatera Barat mayoritas tanaman kopi telah berumur di atas 15 tahun dan beberapa diantaranya tidak terawat dengan baik. Sehingga produktivitasnya kurang dari 600 kg/ha/tahun.

Selain itu kondisi lahan juga semakin berkurang kesuburannya karena dieksplotasi tarus menerus tanpa adanya upaya konservasi lahan. “Saya mengkhawatirkan bahwa produksi ini akan terus mengalami penurunan jika tidak adanya upaya penyelamatan kopi rakyat,” risau Irwan.

Sementara itu, Gubenur NTT, Frans Lebu Raya, mengeluhkan kondisi yang sama. Produksi perkebunan kopi rakyat di NTT cenderung menurun setiap tahunnya karena sudah berumur tua. “Jika tidak diselamatnya maka produksi kopi kita akan menurun dan posisi Indonesia sebagai produsen kopi terbesar ketiga bukan tidak mungkin merosot terus, seperti yang terjadi pada berbagai komoditas perkebunan lainnya,” papar Frans.

Begitu juga dengan Gubenur Papua, Lukas Enembe, mengharapkan adanya dukungan pemerintah untuk penyelamatan kopi nasional. Sebab kopi telah menjadi komoditas unggulan bagi masyarkat papua khususnya di daerah gunung.

Bahkan tidak ada cara yang paling tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pegunungan kalau tidak dengan perbaikan kopi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto