Indonesia paling menjanjikan untuk Investasi



JAKARTA. Pada 2017, ekonomi dunia diliputi ketidakpastian, tetapi Indonesia menjadi negara yang cukup menjanjikan bagi investor asing untuk memarkir dana.

Chief Equity Strategist Deutsche Bank Heriyanto Irawan mengatakan, hal ini disebabkan oleh kondisi fundamental ekonomi dan kestabilan dari sisi sosial politik Indonesia yang lebih baik ketimbang negara emerging market lainnya.

Ia mencatat, secara fundamental ekonomi Indonesia pada 2016 masih tumbuh 5%, dengan inflasi terjaga pada 3,02% dan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) bisa dikendalikan pada level 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).


“Fundamental flow merupakan yang paling penting. Di saat ini bisa dikatakan, Indonesia paling sehat dan kuat sejak krisis global,” ujarnya di kantor Staf Kepresidenan, Kompleks Istana Presiden, Jumat (6/1).

Kuatnya fundamental ini menurut Heriyanto membuat Indonesia berada dalam posisi yang cukup bagus walau masih diterpa arus dana keluar. Nilai tukar rupiah maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menurutnya tidak terjerembab terlalu dalam seperti negara lainnya.

Contohnya beberapa waktu terakhir pada saat terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Imbasnya, dolar AS menguat terhadap mata uang hampir seluruh negara di dunia, “Kami melihatnya rupiah akan tetap stabil,” kata Heriyanto.

Selain fundamental yang baik, alasan Indonesia menjadi tempat yang nyaman bagi investor asing untuk menyimpan dananya adalah imbal hasil yang ditawarkan pada Surat Utang Negara (SUN) paling tinggi di antara emerging market lainnya.

“Di antara emerging market di seluruh dunia, yield Indonesia yang sudah dikurangi inflasi adalah yang tertinggi, yang artinya paling tertinggi di seluruh dunia. Indonesia sangat baik. Foreign investor ini bisa mengalirkan dana ke mana saja,” katanya,

Dia menambahkan, biasanya ketika ada gejolak dari luar atau krisis keuangan, Indonesia memiliki perbandingan yield yang cukup jauh dengan SUN Amerika Serikat, “Biasanya SUN nya AS naik atau turun 10 basis poin, Indoensia itu 30 basis poin karena kita dianggap sangat berfluktuasi,” ucapnya.

Namun, belakangan ini, yield SUN AS turn 10 basis poin sedangkan Indonesia juga turn 10 basis poin, “SUN Indonesia dengan AS saat ini 1:1, bukan 3:1,” ucapnya.

Dia menjelaskan, hal ini terjadi karena kondisi ekonomi Indonesia sudah tidak serentan dulu. Pasalnya, bila diukur negara mana yang paling rentan dibanding 26 negara di emerging market lainnya, dulu Indonesia ranking 10 di antara yang paling rentan. Namun sekarang sudah di bawah ranking 19.

“Jadi, kalau orang mau parkir dana, yang lebih aman di mana? Mereka akan pilih di sini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia