Indonesia Perlu Transformasi Ekonomi Hijau dan Digitalisasi untuk Dorong Ekonomi



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah pulih dari pandemi Covid-19. Meski begitu, OECD mengingatkan, tantangan perekonomian global masih menghantui perekonomian domestik.

Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann, mengatakan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi, Indonesia perlu meningkatkan transisi ekonomi hijau untuk pertumbuhan produktivitas, mengambil keuntungan lebih lanjut dari digitalisasi, dan terus melangkah maju menuju emisi nol bersih pada 2060.

Adapun mengacu pada Survei Ekonomi OECD terbaru tentang Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan tetap kuat di level 5,1% pada 2024 dan 5,2% pada 2025. 


Baca Juga: Bila Pemerintah Gagal Kerek Tax Ratio, Rasio Utang Pemerintah Berpotensi Membengkak

Konsumsi swasta tetap menjadi mesin utama pertumbuhan, sementara volume ekspor diuntungkan permintaan komoditas global yang meningkat. Konsumsi akan tetap kuat dan investasi swasta kemungkinan akan meningkat.

“Pendapatan per kapita di Indonesia telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam seperempat abad terakhir di Indonesia, dengan menurunnya kemiskinan secara signifikan,” kata Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann, mengutip keterangan tertulisnya, Selasa (26/11).

Cormann menyampaikan, dengan reformasi struktural yang terus berlangsung, termasuk untuk meningkatkan lingkungan bisnisnya, Indonesia akan semakin memperkuat dan memperbaiki kualitas momentum pertumbuhannya ke depan.

Kemudian juga akan membantu mewujudkan pendapatan dan standar hidup yang lebih tinggi dalam perjalanannya untuk menjadi negara maju pada tahun 2045.

Baca Juga: DJP Sebut Pemerintah Telah Siapkan Sejumlah Insentif Untuk Kelas Menengah

“Peningkatan penggunaan teknologi digital, akan membantu mendorong peningkatan produktivitas, termasuk dalam pertanian dengan meningkatnya efisiensi serta produktivitas  pertanian yang membantu tercapainya sasaran keamanan pangan Indonesia,” ungkapnya.

Adapun OECD turut menyoroti kondisi inflasi Indonesia yang sudah kembali ke target. Inflasi Indonesia pernah mencapai puncaknya nyaris 6% pada September 2022, di tengah lonjakan harga pangan dan energi.

Terkait tenaga kerja, OECD menyarankan agar pemerintah mengurangi kesenjangan gender dalam tingkat partisipasi kerja, dan juga mengurangi tingkat sektor informal. Hal ini dinilai akan membantu Indonesia untuk memanfaatkan tenaga kerja yang tersedia secara maksimal.

Baca Juga: Harapan Kadin Pada Pemda Terpilih, Mampu Menciptakan Iklim usaha yang Berdaya Saing

“Mengalihkan pendanaan cuti melahirkan dari pemberi kerja ke asuransi sosial akan meningkatkan lapangan kerja formal bagi kaum perempuan,” tambahnya.

Selanjutnya: Bank Mandiri Kolaborasi dengan 3 BUMN, Salurkan Bantuan Kuliah Anak TNI dan Polri

Menarik Dibaca: 5 Tanda Kulit Butuh Serum Vitamin C, Apa Saja?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli