JAKARTA. Dampak krisis di Yunani dan Italia yang terus memburuk harus diwaspadai oleh Indonesia. Pasalnya, memburuknya kondisi ekonomi di dua negara ini akan berdampak luas, bukan hanya untuk kawasan, tapi juga secara global. Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan jika benar terjadi, maka dampak krisis yang ditimbulkan bagi ekonomi global akibat krisis ekonomi di Italia akan lebih besar ketimbang dampak krisis Yunani. Alasannya, ekonomi Italia empat kali lebih besar ketimbang ekonomi Yunani. Bagi Indonesia, "
Impact (dampaknya) hampir sama dengan (krisis) yang terjadi di Yunani, yakni mitigasinya kemungkinan implikasinya lewat dua hal, dampak terhadap ekspor kita karena
demand turun dan ekspor lewat harga-harga yang turun. Kedua dari sisi kalau dia punya rembetan kepada perbankan," ungkapnya.
Untuk dampak ke sektor perbankan di Indonesia, Anny masih optimis kemungkinannya sangat kecil karena kondisi perbankan nasional cukup sehat dan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan masih cukup rendah. Hanya saja, Anny mengingatkan hal lain yang perlu diwaspadai adalah ancaman derasnya arus modal masuk. Meski tak sekencang tahun ini, tapi Anny menuturkan tahun depan aliran modal masuk ke Indonesia masih akan terus mengalir. Makanya, Indonesia harus siap memanfaatkan arus modal masuk ini agar mengalir ke sektor riil. Pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya A.Prasetyantoko mengungkapkan Italia skala ekonomi Italia yang lebih besar dari Yunani memang menjadi ancaman baru bagi Uni Eropa. Pasalnya, "Kalau sampai terjadi gagal bayar, beban Uni Eropa dan dunia akan sangat berat, sehingga potensi resesi global lebih besar," jelasnya Minggu (13/11). Ia menambahkan, jika prospek ekonomi di kawasan Uni Eropa melemah, maka secara global ekonomi dunia ikut lunglai. Nah, imbasnya ekspor Indonesia ke kawasan ini juga akan menurun. "Penurunan ini tidak saja terjadi ke negara tujuan ekspor utama kita ke Eropa seperti Jerman dan Prancis, tapi secara umum ekspor ke kawasan Eropa akan melemah," ujar Praseytantoko. Catatan saja, selama ini pangsa ekspor Indonesia terbesar di Uni Eropa adalah Jerman, Inggris dan Prancis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang Januari - September 2011 total ekspor Indonesia ke Uni Eropa sebesar US$ 15,661 miliar, sebanyak US$ 2,54 miliar disumbang dari ekspor ke Jerman, US$ 1,28 miliar dari Inggris dan US$ 999,8 juta ke Prancis. Sisanya adalah sumbangan dari negra Eropa lainnya. Indonesia di lapis ketiga Sebelumnya, Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan juga bilang dalam skenario terburuk, Uni Eropa akan meredam krisis Yunani agar tidak meluas ke negara tetangga seperti Italia dan Spanyol. Dari sisi perbankan adalah dengan cara memperkuat perbankan Eropa, sebab jika harga surat utang Eropa jatuh maka imbasnya perbankan Eropa bisa mengalami kekurangan modal yang berdampak pada kekeringan likuiditas. "Memang pengaruh (dari sisi perbankan) Uni Eropa ke Indonesia tidak terlalu besar, tapi tetap perlu diwaspadai," katanya. Sebenarnya, Prasetyantoko bilang yang perlu diwaspadai oleh Indonesia adalah jika memburuknya perekonomian kawasan Uni Eropa ini sudah merembet ke perekonomian global. "Selama ini dari sisi perdagangan Indonesia paling besar ke China dan India. Kalau dua negara ini sudah terkena imbas perlambatan global, otomatis Indonesia akan terpukul," ujarnya. Pengamat Ekonomi Aviliani juga menambahkan, jika China dan India mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, maka dampak langsungnya akan dirasakan oleh Indonesia. "Ekspor Indonesia sudah pasti terpukul," ungkapnya.
Di sisi lain, jika ekonomi Uni Eropa melemah, maka India dan China akan mencari pasar baru bagi produknya yang selama ini dipasarkan ke Uni Eropa. "China dan India pasti akan mencari pasar baru kika Eropa dan AS terkena krisis. Dan yang pasti impor dari China akan lebih besar," kata Aviliani. Makanya, di dalam negeri, Aviliani bilang pemerintah harus memperbaiki daya saing di dalam negeri agar perdagangan domestik tetap kuat dan tidak tergerus oleh produk impor. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: