JAKARTA. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk akhirnya mendapat kepastian pembayaran piutang atas penjualan batubara kepada PT Indonesia Power. Emiten berkode PTBA itu akan menerima pembayaran piutang senilai Rp 1,6 triliun tersebut pada pertengahan Desember 2009. Menurut Direktur Utama PTBA Soekrisno, kepastian pembayaran oleh anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu diperoleh pekan lalu. "Mereka akan membayar secara tunai, tidak lewat surat utang atau yang lain," ujar Soekrisno kepada KONTAN, kemarin (7/12). Sebelumnya, PLN selaku induk usaha Indonesia Power sempat menawarkan opsi pembayaran kewajiban anak usahanya melalui mekanisme penerbitan surat utang. Namun, pagi-pagi PTBA menolak segala bentuk pelunasan kewajiban, selain melalui pembayaran tunai. Saat dikonfirmasi, Wakil Direktur PLN Rudiantara membenarkan bahwa Indonesia Power akan melunasi kewajibannya. "Tidak ada penundaan, mereka pasti akan bayar," ujarnya kemarin (7/12). Rudiantara sendiri enggan menegaskan apakah dana yang akan dibayarkan oleh Indonesia Power berasal dari dana internal atau pinjaman. Ia hanya bilang, secara administrasi dana tersebut akan mengucur dari kas Indonesia Power. Sekadar catatan, awal November lalu, PLN melalui anak perusahaannya Majapahit Holding B.V. telah menerbitkan obligasi dollar Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 1,25 miliar dengan kupon bunga 7,75% per tahun. Dana ini rencananya akan digunakan untuk membiayai pembangunan transmisi dan juga menutup kekurangan dana proyek 10.000 megawatt (MW). Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman berpendapat, pelunasan utang Indonesia Power akan berdampak positif bagi kekuatan pendanaan PTBA dalam melakukan aksi korporasi. "Sekarang ini kan PTBA ingin meningkatkan kapasitas produksi batubara, membangun infrastruktur kereta api dan rencana akuisisi beberapa perusahaan batubara," paparnya, kemarin. Target akuisisi 2009 tertunda Tertundanya pembayaran utang Indonesia Power kepada PTBA mungkin karena persoalan cash flow. "Bisa juga karena biaya investasi yang lebih tinggi, mereka harus membayar kewajibannya kepada kreditur lain terlebih dulu," jelasnya. Namun meski akan mendapat dana segar, target akuisisi dua tambang oleh PTBA pada tahun ini belum ada yang terlaksana. "Kami masih menunggu keputusan penjualan tambang batubara BHP Billiton. Harapannya bisa terlaksana, tapi kalau tidak, ya masuk agenda tahun depan," papar Soekrisno. Melihat kondisi itu, langkah terbaik bagi PTBA saat ini adalah memprioritaskan proyek yang tengah dijalankannya. "Akuisisi BHP itu kan belum jelas. Jika ada akuisisi pun masih berupa lahan kosong yang belum berproduksi," ujarnya. Dalam kalkulasi Norico, hingga akhir 2009, PTBA mampu meningkatkan penjualan hingga Rp 9,1 triliun dan laba bersih sebesar Rp 3,2 triliun. Sedangkan pada 2010 mendatang, ia memperkirakan, penjualan PTBA bisa naik menjadi Rp 12,3 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 4,5 triliun. Sebagai perbandingan, hingga September 2009, penjualan PTBA telah mencapai Rp 6,55 triliun. Sementara laba bersihnya mencapai Rp 2,23 triliun.
Indonesia Power Bayar Tunai Tagihan ke PTBA
JAKARTA. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk akhirnya mendapat kepastian pembayaran piutang atas penjualan batubara kepada PT Indonesia Power. Emiten berkode PTBA itu akan menerima pembayaran piutang senilai Rp 1,6 triliun tersebut pada pertengahan Desember 2009. Menurut Direktur Utama PTBA Soekrisno, kepastian pembayaran oleh anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu diperoleh pekan lalu. "Mereka akan membayar secara tunai, tidak lewat surat utang atau yang lain," ujar Soekrisno kepada KONTAN, kemarin (7/12). Sebelumnya, PLN selaku induk usaha Indonesia Power sempat menawarkan opsi pembayaran kewajiban anak usahanya melalui mekanisme penerbitan surat utang. Namun, pagi-pagi PTBA menolak segala bentuk pelunasan kewajiban, selain melalui pembayaran tunai. Saat dikonfirmasi, Wakil Direktur PLN Rudiantara membenarkan bahwa Indonesia Power akan melunasi kewajibannya. "Tidak ada penundaan, mereka pasti akan bayar," ujarnya kemarin (7/12). Rudiantara sendiri enggan menegaskan apakah dana yang akan dibayarkan oleh Indonesia Power berasal dari dana internal atau pinjaman. Ia hanya bilang, secara administrasi dana tersebut akan mengucur dari kas Indonesia Power. Sekadar catatan, awal November lalu, PLN melalui anak perusahaannya Majapahit Holding B.V. telah menerbitkan obligasi dollar Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 1,25 miliar dengan kupon bunga 7,75% per tahun. Dana ini rencananya akan digunakan untuk membiayai pembangunan transmisi dan juga menutup kekurangan dana proyek 10.000 megawatt (MW). Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman berpendapat, pelunasan utang Indonesia Power akan berdampak positif bagi kekuatan pendanaan PTBA dalam melakukan aksi korporasi. "Sekarang ini kan PTBA ingin meningkatkan kapasitas produksi batubara, membangun infrastruktur kereta api dan rencana akuisisi beberapa perusahaan batubara," paparnya, kemarin. Target akuisisi 2009 tertunda Tertundanya pembayaran utang Indonesia Power kepada PTBA mungkin karena persoalan cash flow. "Bisa juga karena biaya investasi yang lebih tinggi, mereka harus membayar kewajibannya kepada kreditur lain terlebih dulu," jelasnya. Namun meski akan mendapat dana segar, target akuisisi dua tambang oleh PTBA pada tahun ini belum ada yang terlaksana. "Kami masih menunggu keputusan penjualan tambang batubara BHP Billiton. Harapannya bisa terlaksana, tapi kalau tidak, ya masuk agenda tahun depan," papar Soekrisno. Melihat kondisi itu, langkah terbaik bagi PTBA saat ini adalah memprioritaskan proyek yang tengah dijalankannya. "Akuisisi BHP itu kan belum jelas. Jika ada akuisisi pun masih berupa lahan kosong yang belum berproduksi," ujarnya. Dalam kalkulasi Norico, hingga akhir 2009, PTBA mampu meningkatkan penjualan hingga Rp 9,1 triliun dan laba bersih sebesar Rp 3,2 triliun. Sedangkan pada 2010 mendatang, ia memperkirakan, penjualan PTBA bisa naik menjadi Rp 12,3 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 4,5 triliun. Sebagai perbandingan, hingga September 2009, penjualan PTBA telah mencapai Rp 6,55 triliun. Sementara laba bersihnya mencapai Rp 2,23 triliun.