Indonesia Re Dorong Knowledge Based Businesss di Industri Asuransi dan Reasuransi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re menegaskan komitmennya untuk terus mendukung industri asuransi dan reasuransi dalam negeri dengan mendorong bisnis berbasis pengetahuan (knowledge based business) di tengah market yang mengalami pengetatan.

Hal itu diungkapkan Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu di sela-sela kegiatan bertajuk “Indonesia Re 2023 Treaty Renewal: Post Mortem & What's Next” yang dihelat, Selasa (31/1/2023) lalu.

Benny menjelaskan, pasar asuransi dan reasuransi secara global mengalami penguatan atau pengetatan (hardening market) dalam beberapa tahun terakhir. Namun, jelasnya, industri reasuransi di Indonesia tidak merespons dengan tepat.


Kondisi itu, jelasnya, terjadi di tengah pandemi Covid-19 yang telah membawa perubahan yang cukup besar di industri perasuransian nasional.

Selain itu, sejumlah klaim besar dalam beberapa tahun terakhir serta fenomena memburuknya asuransi kredit menjadi pemicu bagi industri melakukan perubahan secara signifikan untuk memulihkan pasar.

Oleh karena itu, kata Benny, Indonesia Re melakukan perubahan signifikan untuk mendorong pemulihan kinerja perusahaan dan juga industri secara keseluruhan. Perubahan kebijakan itu, jelas dia, antara lain secara signifikan terjadi dalam pembaruan perjanjian bisnis atau renewal treaty 2023.

Baca Juga: Sepanjang 2022, Indonesia Re Cetak Premi Lini Bisnis Harta Benda Rp 2,7 Triliun

“Indonesia Re berkomitmen untuk terus memberikan dukungan kepada industri perasuransian di Indonesia. Tentu  dengan perubahan-perubahan yang kami sudah lakukan, terutama di dalam pertanggungan ulang, seperti bapak dan ibu sudah lihat bagaimana kami memperpanjang treaty di tahun kemarin. Dan kami akan terus melakukan perubahan-perubahan untuk melakukan perbaikan tentunya,” ungkapnya.

Menurut Benny, Indonesia Re mendorong industri asuransi untuk kembali menjadi bisnis yang berbasiskan pengetahuan atau knowledge based businesss. Pasalnya, selama ini industri asuransi dan reasuransi dinilai cenderung menjadi bisnis yang berbasiskan relasi.

Untuk bisa melakukan perubahan itu, Benny menegaskan bahwa data, riset, dan teknologi memegang peranan penting. Data dan riset, kata dia, menjadi modal untuk menjalankan bisnis berbasis pengetahuan, sedangkan secara digitalisasi atau teknologi akan mempererat proses tersebut.

We have to change the way of doing the business from relationship based into knowledge based businesss. Ini betul-betul suatu perubahan yang besar.”

Perubahan ini, tambah Benny, juga menjadi penting lantaran industri asuransi dan reasuransi akan wajib mengimplementasikan  International Financial Reporting Standard (IFRS) 17 dan Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 74. Penerapan PSAK baru ini dinilai akan menjadi momentum signifikan yang akan mengubah cara asuransi dan reasuransi berbisnis.

“Di dalam PSAK 74 akan ada perubahan signifikan mulai dari pengakuan, pencatatan, pencadangan dan sebagainya. Ini memaksa kita [industri asuransi] untuk mengubah cara-cara bisnis. Yang paling penting adalah cara bisnis yang selama ini dijalankan berdasarkan relasi harus diubah menjadi [berbasiskan] knowledge,” jelasnya.

Benny mengatakan perubahan tersebut bisa direalisasikan dengan kerja sama seluruh pemangku kepentingan di industri asuransi dan reasuransi.

Indonesia Re, jelasnya, akan mendukung perubahan tersebut, termasuk dengan mengedukasi pasar dengan berbagai kegiatan, termasuk “Indonesia Re 2023 Treaty Renewal: Post Mortem & What's Next” yang dihelat awal tahun ini.

Editor: Yudho Winarto