KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia resmi bergabung dalam keanggotaan Komite Persaingan di organisasi untuk kerja sama dan pengembangan ekonomi internasional atau dikenal dengan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Keanggotaan tersebut disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada OECD Competition Committee yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2023 lalu. Dengan keanggotaan tersebut, Indonesia dapat mulai mengadopsi kebijakan persaingan usaha dan penegakan hukumnya mengikuti standar yang ditetapkan internasional.
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selaku pelaksana semakin dituntut perannya dalam mendorong kepatuhan pada standar internasional tersebut," ujar Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/5). Seperti diketahui, OECD merupakan organisasi internasional di bidang ekonomi yang bertugas membentuk kebijakan bagi kehidupan masyarakat yang lebih baik. Mereka bertujuan untuk membuat kebijakan yang mengedepankan kemakmuran, kesetaraan, kesempatan, dan kesejahteraan bagi semua anggotanya. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan, OECD saat ini beranggotakan 38 negara. Di kawasan Asia, hanya Jepang, Korea Selatan, dan Turki yang merupakan anggota OECD. Indonesia hingga saat ini belum merupakan anggota OECD.
Baca Juga: Salim Ivomas (SIMP) Layangkan Gugatan, Ketua KPPU: Siap Fight Deswin mengatakan, keterlibatan Indonesia dalam Komite Persaingan OECD sebenarnya telah berlangsung lama, yakni sejak 15 Desember 2005, dengan KPPU bertindak sebagai observer atau pengamat dalam komite tersebut. Sejak Indonesia ditetapkan sebagai salah satu negara Key Partners (selain Brazil, Tiongkok, India, dan Afrika Selatan) oleh OECD pada tahun 2007, hubungan Indonesia dengan OECD semakin diperkuat melalui program kerja bersama (
joint work programme) lima tahunan di berbagai bidang. "Saat ini tengah dilaksanakan program keempat untuk memandu kerja sama tersebut untuk tahun 2022 hingga 2025," kata Deswin. Deswin mengatakan, bidang kebijakan persaingan usaha berada dalam area kerja sama untuk iklim bisnis dan digitalisasi. Kerja sama tersebut meliputi pengembangan kapasitas tentang bagaimana kebijakan yang pro persaingan dapat memaksimalisasi manfaat dari ekonomi digital. Kemudian, asistensi koordinasi antara pemerintah dan otoritas persaingan dalam mengawasi dan menegakkan kebijakan dan hukum persaingan di pasar digital. Berikutnya, pengembangan kapasitas dalam mendesain paket pemulihan ekonomi dan potensi hambatannya ke persaingan; dan peningkatan kesadaran pembuat kebijakan atas isu keberlangsungan dan persaingan.
Baca Juga: Kebijakan Burden Sharing BI dan Pemerintah Jadi Sorotan OECD "Keberadaan Keppres ini memiliki makna penting bagi KPPU karena memberikan kesempatan untuk mendapatkan status keanggotaan tertinggi bagi otoritas yang bukan berasal dari negara anggota OECD, yakni rekan atau associate," terang Deswin. Untuk itu, KPPU dituntut dalam mengawal agar implementasi kebijakan persaingan dan penegakan hukum di Indonesia mulai sejalan dengan Rekomendasi Dewan OECD (
Recommendation of the Council).
Rekomendasi tersebut meliputi berbagai isu. Antara lain atas transparansi dan keadilan prosedur dalam penegakan hukum, asesmen kebijakan, netralitas persaingan, pengentasan persekongkolan tender dalam pengadaan, analisa merjer, tindakan efektif melawan kartel, maupun kerja sama internasional dalam investigasi dan persidangan kasus persaingan. Keanggotaan ini juga memberikan akses terbesar bagi KPPU dalam memanfaatkan aset data/informasi di OECD serta berbagai kajian dan kegiatan yang mendukung proses pengawasan persaingan usaha. "Hal ini tentunya akan membuat penegakan hukum dan pelaksanaan kebijakan persaingan di Indonesia akan memiliki tujuan, praktik, serta standar yang tinggi dalam memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat," pungkas Deswin. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto