Indonesia siap melawan Jepang



JAKARTA. Pemerintah percaya diri mampu mematahkan keberatan Jepang atas pembatasan ekspor tambang mineral mentah. Kementerian Keuangan menilai pembatasan ekspor tidak menyalahi aturan perdagangan bebas.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Bambang S Brodjonegoro menyatakan, saat ini pemerintah hanya membatasi ekspor mineral mentah melalui pemberlakuan bea keluar sebagai tariff barrier atau hambatan tarif. "Aturan World Trade Organization (WTO) memang tidak boleh melarang ekspor, tetap mengenakan hambatan boleh," ujarnya Rabu (13/6).

Jepang memang lagi tak senang dengan keputusan Pemerintah Indonesia yang menerapkan bea keluar ekspor bagi 14 jenis mineral mentah pada awal Mei lalu. Bahkan, Jepang mengancam akan membawa masalah ini ke WTO jika pemerintah tidak mencabut pembatasan itu. Adalah Direktur Jenderal Biro Industri Manufaktur Kementerian Perdagangan Jepang, Takayuki Ueda, yang menyatakan keberatan itu.


Bagi pemerintah, pembatasan ekspor mineral mentah itu merupakan titah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Beleid ini menyatakan, pemegang izin usaha pertambangan mineral yang sudah berproduksi wajib membangun smelter paling lambat lima tahun setelah undang-undang ini berlaku. Dengan begitu, pada 2014 tidak ada lagi ekspor mineral mentah.

Bambang bilang, jika memang aturan pembatasan terbukti merugikan, maka harus diperbaiki. Hanya saja, ia menekankan untuk penerapan bea keluar tidak menyalahi aturan. "Bea keluar itu salah satu cara supaya kita tidak melarang ekspor," katanya.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Thamrin Sihite menjelaskan, penerapan bea keluar mineral bukan merupakan larangan ekspor. "Ekspor bijih mineral masih diperbolehkan tapi dengan persyaratan," ujarnya kemarin.

Siap melawan

Menteri Perindustrian MS Hidayat pun menyatakan pemerintah siap menghadapi tuntutan Jepang itu. "Kita mempersiapkan diri nanti di WTO. Kita akan siapkan pengacara-pengacara terbaik dan tim Indonesia terbaik karena ini membela kepentingan nasional kita," ujarnya.

Hidayat mengungkapkan, beberapa waktu lalu pernah didatangi perwakilan pemerintah dan pengusaha Jepang untuk menanyakan kebijakan hilirisasi mineral ini. Dalam pertemuan tersebut, Hidayat sudah menjelaskan latar belakang dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM 7/2012. "Pada waktu itu mereka bilang mengerti," ujarnya.

Selain Jepang, imbuh Hidayat, China juga sempat protes atas terbitnya Peraturan Menteri ESDM tersebut. Namun, China lebih memahami aturan tersebut dan siap merelokasi industri smelter-nya ke Indonesia. "Di China, ratusan smelter-nya menunggu bahan baku dari Indonesia. Tapi China lebih fleksibel meresponsnya," ujarnya.

Pemerintah pun siap menjelaskan lagi bahwa Permen ESDM 7/ 2012 itu tidak melarang ekspor sepanjang sudah memenuhi persyaratan. Selain itu, pengenaan bea keluar 20% dan dikenakan bea keluar sebesar 20% demi membangun sektor hilir di dalam negeri. "Negara lain melakukan itu. Karena mereka membutuhkan bahan baku itu untuk di dalam negeri," ujarnya.

Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo, mengaku belum menerima pengaduan Jepang . Namun Iman memastikan akan membuka pintu lebar-lebar bila Jepang ingin berkonsultasi baik secara bilateral maupun di WTO. "Kalau Indonesia dianggap melanggar aturan WTO, kita perlu tahu artikel apa yang menjadi rujukan Jepang yang menyatakan Indonesia telah melanggar," jelas Iman kepada KONTAN, Rabu (13/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie