Indonesia siap membawa CNOOC ke arbitrase



JAKARTA. Renegosiasi harga liquefied natural gas (LNG) Fujian milik China National Oil Offshore Corporation (CNOOC) kini semakin memanas. Pemerintah ingin CNOOC membeli gas dari LNG Tangguh Papua Barat itu dengan harga sesuai kondisi saat ini. Jika tak ditemukan kata sepakat, pemerintah siap membawa CNOOC ke Arbitrase Internasional.

Sekadar berkilas balik, kontrak ekspor LNG Tangguh dengan CNOOC pertama kali ditandatangani pada tahun 2002. Saat itu, disepakati harga jual gas mencapai US$ 2,4 per million metric british thermal units (mmbtu) dengan parameter penentuan harga gas ialah patokan batas atas harga minyak mentah US$ 25 per barel.

Selanjutnya, pada 2006, Pemerintah Indonesia berhasil melakukan negosiasi ulang kontrak. Dari renegosiasi disepakati, harga gas Fujian naik menjadi US$ 3,35 per mmbtu, dengan patokan batas atas harga minyak mentah sebesar US$ 38 per barel.


Renegosiasi harga sejatinya telah diupayakan pemerintah pada 2008 silam. Namun, kala itu, pemerintah gagal membujuk meskipun harga minyak mentah sudah melambung hingga US$ 100 per barel. Adapun volume ekspor LNG ke Fujian mencapai 2,6 juta ton per tahun hingga masa kontrak habis 2029 nanti.

Widhyawan Prawiraatmadja, Deputi Pengendalian Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan, masing-masing pihak masih ngotot menyoal waktu dimulainya kontrak jual beli gas dengan harga yang baru. "Sekarang ini, perlu pengertian yang sama dengan pihak China terhadap kontrak," kata dia, Rabu (3/7).

Widhyawan menjelaskan, Indonesia menginginkan mulainya harga gas baru yaitu Mei 2013 walau sebenarnya sekarang sudah Juli 2013 dan belum ada perubahan harga. Alasannya, perdagangan gas LNG dari Papua ke Fujian pertama kali dilakukan pada Mei 2009, sehingga harga baru seharusnya menyesuaikan transaksi yang sebelumnya.

Di sisi lain, pihak CNOOC justru bersikukuh bahwa setiap kontrak yang baru disepakati harus dimulai pada awal tahun. Artinya, peningkatan harga dari gas hasil ekspor ini baru bisa dinikmati Januari tahun depan.

Harga harus tinggi

Menurut Widhyawan, saat ini, masing-masing pengacara dari kedua belah pihak tengah membahas awal waktu penetapan harga baru. "Pengertian kami, mulainya harga baru itu pada Mei 2013, sedangkan mereka Januari 2014. Ini harus disamakan pengertiannya," katanya.

Widhyawan menegaskan, jika penetapan waktu menemui jalan buntu, jalan tengahnya melalui Arbitrase Internasional. "Pengertian kontrak kan harus sama, ini sebetulnya bisa diselesaikan oleh arbitrase. Namun, sekarang masing-masing lawyer sedang menyamakan persepsi hukumnya," jelasnya.

Pengamat migas Kurtubi mengungkapkan, untuk menentukan harga gas harus melihat harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia naik, harga gas juga mesti naik. Rumus itu biasa digunakan dalam jual beli gas. "Pemerintah ingin harganya US$ 7 per mmbtu, mestinya kan harga gas dilihat dari harga minyak sekarang," katanya.

Lihat saja perbandingannya dengan harga LNG Badak ke Jepang. Saat ini, harga LNG Badak telah mengikuti harga minyak dunia, sehingga harga nya tinggi, yakni mencapai US$ 17,5 per mmbtu.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan