Indonesia Tak Alami Gelombang Panas, BRIN: Ada Awan yang Melindungi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam beberapa waktu terakhir, gelombang panas dialami oleh sejumlah negara Asia. Ambil contoh Thailand, Kamboja, hingga India. Namun, Indonesia tidak mengalaminya. 

Melansir Infopublik.id, terdapat awan yang melindungi wilayah Indonesia dari gelombang panas, yang terjadi sejak beberapa pekan lalu hingga kini. 

Hal itu disampaikan oleh Profesor Riset bidang Meteorologi, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan. 


Dia mengatakan bahwa gelombang panas adalah suatu kondisi di mana keadaan suhu rata-rata melebihi batas ambang normal selama lebih dari 30 hingga 40 tahun.

“Bilamana suhu pada kawasan tertentu selama dekade lebih dari 30 tahun suhunya berkisar 27 hingga 28 derajat celsius, tetapi pada saat itu melonjak dengan deviasi diatas lima menjadi 33 hingga 34 derajat celsius serta permanen selama empat hingga lima hari, dapat kita definisikan sebagai gelombang panas,” ujar Eddy pada Selasa (14/5/2024).

Eddy menjelaskan, seharusnya masyarakat dapat memperhatikan durasi dan amplitudo suhu tinggi, serta memperhatikan kondisinya. Jika hanya sesaat saja, misalnya hanya satu hari dan nilainya pun tidak melebihi deviasi cukup besar, tentu belum didefinisikan sebagai gelombang panas.

“Kenapa, kok, bumi makin panas? Sinar matahari ketika tiba di bumi dihalangi oleh awan. Artinya, matahari ada faktor penghalang itu, maka kalau tidak ada faktor penghalang, artinya satu kawasan itu tidak dapat penghalang, artinya maka itu bebas, ya, tentu potensinya besar untuk mengalami heatwave atau gelombang panas,” jelas Eddy.

Baca Juga: Gelombang Panas Sudah Tewaskan 61 Orang di Thailand Sepanjang Tahun Ini

Dirinya berpendapat bahwa Indonesia hampir setiap hari ada awan, karena Negara Indonesia merupakan kawasan yang unik dikelilingi oleh lautan dan terdapat ribuan pulau yang sangat banyak sehingga hal tersebut menghasilkan awan.

“Mengapa ada awan, karena memang kawasan kita, kan, unik ya, dua pertiganya laut dan sepertiganya daratan, dengan lima pulau besar dan 17.548 pulau di mana masing-masing pulau menghasilkan konveksi lokal dan konveksi regional sehingga menghasilkan awan. Alhasil kawasan kita Indonesia ini relatif aman dari bahaya gelombang panas,” ujarnya.

Kawasan yang terpapar gelombang panas adalah kawasan atau negara yang didominasi oleh daratan, seperti India, Thailand, dan kawasan-kawasan seperti Afrika atau Brazil.

Eddy menilai, belum diketahui dengan pasti bila puncak panas ini akan segera berakhir. Namun, jika analisisnya berbasis perilaku data Indian Ocean Dipole (IOD) yang ada di Lautan Hindia, maka khususnya untuk kawasan barat Indonesia, dan khususnya kawasan Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa, justru awal terjadinya kondisi panas sudah dimulai sejak April 2024 lalu. Terus merangkak hingga mencapai puncaknya di sekitar Juli 2024.

Hal tersebut diperparah dengan mulai berhembusnya angin timuran yang bergerak melintasi kawasan Indonesia seiring dengan bergeraknya posisi matahari meninggalkan garis ekuator sejak 21 Maret, bergerak semu menuju belahan bumi utara (BBU).

“Jadi, ada indikasi kuat jika kondisi panas ini akan terus berlanjut. Selain kondisi uap air di kawasan barat Indonesia yang ditarik ke arah timur pantai timur Afrika, juga angin timuran yang berasal dari gurun di bagian utara Australia sudah mulai merangkak memasuki kawasan Indonesia,” terangnya.

Baca Juga: Cuaca Panas Berpotensi Menekan Produksi Pangan, Ini Antisipasi Petani

“Gerbang utama yang akan menerima kondisi ini adalah kawasan NTT, diikuti NTB, Bali, Jawa Timur, dan seterusnya,” kata Eddy.

Eddy juga menyampaikan, pihaknya mengamati bahwa di siang hari memang terik sekali. Tapi pada malam dan dini hari, ada indikasi kuat dihasilkannya hujan. Jadi semakin terik suhunya, umumnya akan diikuti hujan di malam harinya, walaupun sifat hujannya tidak sebesar pada umumnya saat musim penghujan. Ini adalah indikasi yang biasa terjadi akhir musim transisi pertama (MAM).

Eddy menyarankan masyarakat yang tengah mengalami cuaca atau hawa panas agar:

Pertama, memberikan asupan air yang cukup bagi tubuh. 

Kedua, hindari minum air dingin karena perubahan suhu yang drastis akan mengganggu kesehatan.

Ketiga, untuk daerah atau sentra pangan debit air mungkin akan berkurang, tetapi tidak akan permanen. 

Keempat, usahakan jangan berhadapan langsung dengan matahari, artinya jangan menatap matahari siang hari bolong, karena sinar UV sangat kuat sekali. 

“Tidak perlu panik, tetap melindungi diri dari cahaya matahari yang menyengat,” kata Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie