KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana pemerintah menggeber hilirisasi pada minyak dan gas (migas). Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan untuk menghilirisasi sumur-sumur minyak dan gas dalam rapat terbatas (ratas). Rencana hilirisasi migas ini sudah masuk dalam Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis. Hitungan Kementerian Investasi/BKPM, kebutuhan investasi untuk membiayai hilirisasi migas berjumlah US$ 68,1 miliar hingga 2040 nanti. Selain sektor migas, pemerintah juga telah menyiapkan rencana hilirisasi terhadap 7 sektor prioritas lainnya hingga tahun 2040 mendatang, yaitu sektor mineral dan batubara (minerba) dengan estimasi kebutuhan investasi US$ 431,8 miliar, serta sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan dengan estimasi kebutuhan investasi US$ 45,4 miliar.
Baca Juga: Maaf, Pemerintah Tidak akan Menerima Pendanaan Hijau dengan Bunga Tinggi Secara total, kebutuhan investasi untuk hilirisasi kedelapan sektor prioritas ini mencapai US$ 545,3 miliar hingga 2040 mendatang. “Jadi ini petanya sudah ada, pohon industrinya pun sudah ada,” ujar Bahlil dalam pembukaan the 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas Industry 2023 (ICIUOG), Rabu (20/9), di Nusa Dua, Bali. Seperti diketahui, di sektor minyak, produksi kilang bahan bakar minyak (BBM) RI belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi naisonal. Di lain pihak, di sektor gas, RI bakal beroleh tambahan pasokan gas dari proyek-proyek gas dan pasokan potensial. Beberapa sumber pasokan tersebut di antaranya seperti Bontang, Tangguh, dan Masela. Catatan saja, proyek-proyek ini diperkirakan mampu menghasilkan gas yang tidak sedikit. Blok Masela, misalnya. Blok ini diperkirakan mampu gas sebesar 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Jumlah tersebut setara 29,92% dari realisasi produksi gas tahun 2022yang berjumlah 5.347 MMSCFD. Itulah sebabnya, Neraca Gas Indonesia (NGI) 2023 2032 memperkirakan bahwa Indonesia bakal mengalami surplus gas di beberapa wilayah dalam 10 tahun ke depan. Urgensi hilirisasi juga disinggung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. “Dengan melihat potensi pasokan gas domestik, ada kebutuhan untuk mengnembangkan hiirisasi gas di lokasi yang berdekatan (dengan sumber pasokan gas), termasu membangnun pabrik pupuk di Fakfak dan Tanimbar,” ujar Arifin di hari kedua ICIUOG 2023 (21/9). Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, mengatakan bahwa hilirisasi migas bakal memberi keuntungan bagi industri hulu. Sebab, langkah tersebut bakal menciptakan pasar khusus alias captive market bagi industri hulu. “Nanti soal masalah pricing itu masalah keekonomian saja, enggak ada masalah, karena dengan adanya hilirisasi maka akan memiliki dampak ikutan yang lebih besar,” tutur Dwi. Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, mengatakan bahwa rencana pengembangan hilirisasi gas cukup menarik. Sebab, potensi gas di RI cukup besar dan lebih mudah ditingkatkan produksinya.
Baca Juga: Tingkatkan Keekonomian Proyek Migas, Pemerintah Revisi Beleid Kendati demikian, hilirisasi gas dihadapkan pada tantangan harga pasokan dari lapangan gas yang bisa mencapai US$ 7 per MMCF lantaran biaya produksi yang besar. Harga tersebut, menurut Moshe, melampaui harga ideal untuk misalnya proyek kilang LPG berkapasitas 50 metrik ton per hari, yaitu sebesar US$ 5 per MMCF. Sementara itu, pengembangan kilang dalam hilirisasi minyak dihadapkan pada tantangan internal rate of return (IRR) yang rendah, yaitu bisa berkisar 9%. Padahal, biaya pengembangannya tinggi, yakni berkisar miliaran dolar Amerika Serikat (AS). “Untuk sebuah proyek dikatakan menarik kalau IRR di atas 14% biasanya,” ujar Moshe saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (21/9). Menurut Moshe, pemerintah bisa mengatasi persoalan tingginya harga gas dari hulu dengan membangun infrastruktur gas. Sebab, biaya distribusi memiliki peranan yang besar dalam membentuk harga gas dari hulu.
Sementara itu, persoalan IRR pengembangan kilang minyak bisa diatasi dengan menjamin kepastian offtake, misalnya oleh Pertamina. "Nah, si (pengembang) kilang swasta dengan adanya kepastian offtake dari Pertamina akan bisa meyakinkan investor untuk (membenamkan investasi),” terang Moshe. “Menggabungkan kilang dan (produksi) petrokimia juga bisa membuat IRR lebih baik,” imbuh Moshe. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi