KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eramet, perusahaan pengelola nikel asal Perancis yang memiliki operasi di Weda Bay Indonesia, sekaligus salah satu tambang nikel terbesar di dunia melaporkan tahun ini mendapatkan kuota ekspor nikel 29% lebih rendah dari pemerintah Indonesia. CEO Eramet Indonesia, Jerome Baudelet mengatakan, hal ini disebabkan karena pemerintah Indonesia tengah menekan pasokan bijih nikel untuk melindungi penambang lokal yang lebih kecil di tengah penurunan permintaan untuk baterai Electric Vehicle (EV) atau kendaraan listrik. "Mereka (pemerintah Indonesia) ingin mempertahankan harga bijih yang baik di pasaran," kata Jerome Baudelet, dalam sebuah wawancara di Jakarta dengan Bloomberg pada hari Kamis (21/11). "Mereka ingin melindungi penambang kecil lokal," tambah Jerome. Baca Juga: Impor Nikel Melonjak Imbas RKAB Telat Disetujui, Ini Kata Menteri ESDM Kuota ekspor yang menurun ini juga lah yang membuat saham Eramet pada Oktober lalu mengalami penurunan. Mengutip Financial Times, saham Eramet pada Rabu (23/10) turun sebesar 19% setelah perusahaan mengumumkan pemangkasan target nikel dan mangan produksi mereka. Selain untuk melindungi penambang lokal dari kemerosotan harga global, kebijakan ini digunakan untuk peralihan produksi ke bijih nikel bermutu tinggi atau saprolit yang digunakan untuk membuat baja tahan karat dari produksi bijih nikel berkadar rendah atau limonit yang biasa digunakan untuk bahan baku baterai EV. Belum lama ini, Jerome juga mengatakan dalam 10 tahun kedepan Indonesia diprediksi akan menjadi pusat produksi nikel global, dengan total 70% produksi berasal dari dalam negeri. “Kami sangat percaya bahwa Indonesia akan terus menjadi pusat produksi nikel global dalam 10 tahun ke depan. Sebanyak 70 persen dari produksi nikel global nantinya akan berasal dari Indonesia pada periode tersebut,” kata Jerome dalam acara media gathering di Jakarta, Selasa (5/11). Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa produksi Weda Bay Nickel, perusahaan patungan Eramet dengan Tsingshan, pada tahun 2024 diprediksi mencapai 32 juta ton sesuai dengan kuota produksi yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Adapun, jika melihat negara tujuan ekspor nikel, Executive Director Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan negara China masih menjadi tujuan utama Indonesia. "Sejauh ini permintaan nikel terbesar masih berasal dari industri baja nir-karat, atau kurang lebih 65% global nickel demand dan pembeli nikel terbanyak masih dari China," ungkap Hendra kepada Kontan, Senin (14/11). Dengan proyek hilirisasi nikel besar-besaran, Indonesia membutuhkan pasokan bijih nikel yang konsisten agar smelter tetap berjalan. Terkait ini, Indonesia telah mengimpor sekitar 7 juta ton bijih nikel dari Filipina periode Januari-Oktober tahun 2024. Berdasarkan data Statistic Indonesia, kuota impor ini membengkak sebesar 1.769,38% dibandingkan dengan impor bijih nikel keseluruhan sepanjang tahun 2023 yaitu 374.454 ton. Menurut statistik, hampir 60 persen dari impor tersebut telah dikirim ke pelabuhan Weda Bay. Baca Juga: Harga Tembaga Turun karena Ketidakpastian terkait China, Ukraina, dan Trump
Indonesia Tekan Produksi Bijih Nikel, Kuota Ekspor Eramet Dipangkas 29%
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eramet, perusahaan pengelola nikel asal Perancis yang memiliki operasi di Weda Bay Indonesia, sekaligus salah satu tambang nikel terbesar di dunia melaporkan tahun ini mendapatkan kuota ekspor nikel 29% lebih rendah dari pemerintah Indonesia. CEO Eramet Indonesia, Jerome Baudelet mengatakan, hal ini disebabkan karena pemerintah Indonesia tengah menekan pasokan bijih nikel untuk melindungi penambang lokal yang lebih kecil di tengah penurunan permintaan untuk baterai Electric Vehicle (EV) atau kendaraan listrik. "Mereka (pemerintah Indonesia) ingin mempertahankan harga bijih yang baik di pasaran," kata Jerome Baudelet, dalam sebuah wawancara di Jakarta dengan Bloomberg pada hari Kamis (21/11). "Mereka ingin melindungi penambang kecil lokal," tambah Jerome. Baca Juga: Impor Nikel Melonjak Imbas RKAB Telat Disetujui, Ini Kata Menteri ESDM Kuota ekspor yang menurun ini juga lah yang membuat saham Eramet pada Oktober lalu mengalami penurunan. Mengutip Financial Times, saham Eramet pada Rabu (23/10) turun sebesar 19% setelah perusahaan mengumumkan pemangkasan target nikel dan mangan produksi mereka. Selain untuk melindungi penambang lokal dari kemerosotan harga global, kebijakan ini digunakan untuk peralihan produksi ke bijih nikel bermutu tinggi atau saprolit yang digunakan untuk membuat baja tahan karat dari produksi bijih nikel berkadar rendah atau limonit yang biasa digunakan untuk bahan baku baterai EV. Belum lama ini, Jerome juga mengatakan dalam 10 tahun kedepan Indonesia diprediksi akan menjadi pusat produksi nikel global, dengan total 70% produksi berasal dari dalam negeri. “Kami sangat percaya bahwa Indonesia akan terus menjadi pusat produksi nikel global dalam 10 tahun ke depan. Sebanyak 70 persen dari produksi nikel global nantinya akan berasal dari Indonesia pada periode tersebut,” kata Jerome dalam acara media gathering di Jakarta, Selasa (5/11). Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa produksi Weda Bay Nickel, perusahaan patungan Eramet dengan Tsingshan, pada tahun 2024 diprediksi mencapai 32 juta ton sesuai dengan kuota produksi yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Adapun, jika melihat negara tujuan ekspor nikel, Executive Director Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan negara China masih menjadi tujuan utama Indonesia. "Sejauh ini permintaan nikel terbesar masih berasal dari industri baja nir-karat, atau kurang lebih 65% global nickel demand dan pembeli nikel terbanyak masih dari China," ungkap Hendra kepada Kontan, Senin (14/11). Dengan proyek hilirisasi nikel besar-besaran, Indonesia membutuhkan pasokan bijih nikel yang konsisten agar smelter tetap berjalan. Terkait ini, Indonesia telah mengimpor sekitar 7 juta ton bijih nikel dari Filipina periode Januari-Oktober tahun 2024. Berdasarkan data Statistic Indonesia, kuota impor ini membengkak sebesar 1.769,38% dibandingkan dengan impor bijih nikel keseluruhan sepanjang tahun 2023 yaitu 374.454 ton. Menurut statistik, hampir 60 persen dari impor tersebut telah dikirim ke pelabuhan Weda Bay. Baca Juga: Harga Tembaga Turun karena Ketidakpastian terkait China, Ukraina, dan Trump