KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani meramal pertumbuhan ekonomi domestik di kuartal III-2020 bakal berada di rentang -2,8% yoy hingga -1% yoy. Ini artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan minus dua kuartal berturut-turut dan memenuhi syarat resesi. Artinya, resesi sudah di depan mata. Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai resesi akan menjadi sentimen jangka pendek bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun, resesi juga menjadi peluang jangka panjang ketika terjadi pemulihan kembali. Aria merekomendasikan investor bisa tetap memanfaatkan fluktuasi jangka pendek ini untuk membeli saham saat pelemahan dan menjualnya saat terjadi penguatan. Namun, alangkah lebih baik menunggu sampai mendapatkan suatu level harga yang masuk kriteria murah. “Strategi terbaik bagi para investor adalah tetap melakukan cicil beli di harga yang rendah, di saham perusahaan yang berprospek baik di jangka panjang,” terang Aria kepada Kontan.co.id, Rabu (23/9).
Adapun emiten di sektor barang konsumsi dan telekomunikasi masih diperkirakan cukup defensif saat ini. Sementara untuk emiten ritel memang terdampak risiko dari penerapan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Emiten ritel pun dinilai perlu melakukan adaptasi strategi untuk mempertahankan penjualannya. Begitu juga dengan emiten properti yang berhubungan dengan pengelolaan mall, yang dinilai akan terdampak cukup kuat karena PSBB kembali. Baca Juga: Indonesia di ambang resesi, begini dampaknya ke IHSG Head of Research Panin Sekuritas Nico Laurens mengatakan investor harus tetap memasang mode defensif saat ini. Dia menyarankan, porsi saham terhadap total portofolio ada di kisaran 30%. Atau, komposisi saham juga bisa antara 30%-50%, tergantung profil risiko. “Sisanya diversifikasi ke obligasi,” ujar Nico kepada Kontan.co.id, Rabu (23/9).