KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT KAI (Persero) menyebutkan bahwa Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp 4,3 triliun terkait proyek PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Jakarta-Bandung. Seharusnya setoran modal awal itu sudah dilakukan pada Desember 2020. Sehingga, hingga saat ini
management KCIC sedang bernegosiasi dengan konsorsium High Speed Railway Contractors Consortium (HSRCC) sebagai salah satu konsorsium dari China yang membangun proyek kereta cepat tersebut. Menanggapi hal itu,
Corporate Secretary PT KCIC, Mirza Soraya menjelaskan mengenai persoalan modal awal yang belum disetor oleh Indonesia, saat ini masih menjadi pembahasan di tingkat kementerian terkait dan BUMN Sponsor.
Empat sponsor BUMN tersebut adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk (
JSMR) PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PTPN VIII, serta pemberian pinjaman atau
lender yakni China Development Bank (CDB). “Keterlambatan setoran modal tidak menghentikan penyelenggaraan
readiness to operation serta akselerasi pembangunan. Adapun berbagai langkah-langkah yang mendukung kesiapan operasi tetap berjalan secara simultan,” ujar Mirza saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (3/9).
Baca Juga: Proyek kereta cepat terkendala dana, begini kata anggota Komisi VI DPR Mirza mengatakan akibat keterlambatan tersebut, salah satu konsekuensi yang mungkin terjadi adalah BUMN dari China sebagai salah satu sponsor akan menunda setoran modal. “Kondisi ini nantinya akan berdampak kepada
drawdown pendanaan dari
lender. Untuk itu, diskusi pemerintah dilakukan secara intensif agar keputusan terkait setoran kekurangan
base equity stakeholder Indonesia dapat segera diambil,” sambungnya. Dia juga menambahkan berkaitan dengan pembengkakan biaya (
cost overrun) dan negosiasi menjadi pembahasan pemerintah Indonesia dan BUMN sponsor,
cost overrun itu terjadi lantaran digunakan untuk pengadaan lahan, pekerjaan relokasi
fasos/
fasum, pekerjaan
variation order,
financing cost, dan pekerjaan lain yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan proyek. Saat ini, KCIC sedang mempersiapkan langkah dan strategi untuk menekan pembengkakan biaya tersebut diantaranya yakni mengubah skema
operation maintenance readiness. Dalam hal ini, SDM
operation &
maintenance akan menggunakan sebagian besar pegawai PT KAI yang berpengalaman. Dia bilang, KCIC akan memprioritaskan penyelenggaraan pelatihan secara daring di Indonesia sehingga bisa menghemat biaya pelatihan dan OM
readiness lainnya. Adapun perseroan juga nantinya akan melakukan negosiasi
facility agreement dengan
lender dan kontraktor terkait beberapa isu biaya proyek.
Sebagai informasi, dalam mengerjakan proyek kereta cepat itu budget awalnya yakni senilai US$ 6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$ 4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$ 1,3 miliar adalah biaya non-EPC. Namun, estimasi yang di buat pada November 2020 ternyata biaya tersebut meningkat menjadi US$ 8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan pun memperkirakan biaya proyek itu akan kembali naik mencapai US$ 9 miliar dan terakhir berkonsultasi di mana proyek itu pun naik menjadi US$ 11 miliar. Hal itu lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan. Artinya,
cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$3,8 miliar hingga US$ 4,9 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .