Indonesia Tertarik Terapkan 5 GW Peyimpanan Energi



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Indonesia menunjukkan ketertarikan untuk menerapkan 5 GW penyimpanan energi (energy storage) dengan bergabung pada Konsorsium Battery Energy Storage System (BESS).

Sebagai informasi, pada penyelenggaraan United Nations Climate Change Conference (COP28) tahun ini, Global Leadership Council (GLC) dari Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) mengumumkan beberapa negara telah menyampaikan komitmen mereka pada Konsorsium BESS diikuti dengan respon positif dari Indonesia.

Saat ini konsorsium penyimpanan energi telah diikuti oleh sejumlah negara yakni Barbados, Belize, Mesir, Ghana, India, Kenya, Malawi, Mauritania, Mozambik, Nigeria, dan Togo. 


Melalui Konsorsium BESS, negara-negara ini akan menjadi pionir dan bagian dari upaya kolaboratif dalam merealisasikan komitmen 5 gigawatt (GW) BESS pada akhir 2024 dan menyalurkannya pada akhir 2027.

Negara-negara pionir dari Konsorsium BESS juga akan didukung oleh beberapa mitra termasuk GEAPP, African Development Bank (AfDB), the World Bank, Asian Development Bank (ADB), Inter-American Development Bank (IDB), the Agence Française de Développement (AFD), German Agency for International Cooperation (GIZ), RMI, Africa50, Masdar, Infinity Power, COP28 Presidency, AMEA Power, National Renewable Energy Laboratory (NREL), Net Zero World, dan Sustainable Energy for All (SEforALL). 

Baca Juga: Target Bauran EBT di 2025 Terancam Tidak Tercapai

Dasar dibentuknya Konsorsium BESS ini karena mempertimbangkan dampak ekonomi dalam transisi energi.

Pasalnya untuk dapat mengurangi kemiskinan energi dan satu gigaton CO2 pada 2030, negara – negara pionir tersebut membutuhkan kurang lebih 400 GW energi terbarukan. Dalam hal ini perlu adanya pengembangan kapasitas penyimpanan sebesar 90 GW.

Komitmen awal konsorsium BESS sebesar 5 GW akan membantu menciptakan road map untuk mencapai sisa kapasitas tersebut pada 2030, menunjukkan peran kunci dalam percepatan transisi energi yang adil.

Jonas Gahr Støre, Perdana Menteri Norwegia dan Co-chair dari Global Leader Council, menyatakan, Global Leader Council dibentuk untuk mempercepat perubahan dan memajukan inisiatif-transformasional yang akan mengurangi emisi.

“Selain itu menciptakan lapangan kerja, dan memperluas akses terhadap energi bersih dan terjangkau di negara-negara berkembang,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (12/12).

Tiga bulan lalu, pihaknya juga telah berkomitmen mendirikan Konsorsium BESS yang saat ini telah melibatkan beberapa negara, para mitra, dan pihak-pihak pendukung. Ini baru awal, kedepannya kami akan terus bergerak cepat dan dengan skala kolektif.

Rajiv J. Shah, President Rockefeller Foundation dan Co-chair dari Global Leader Council mengatakan, tanpa kapasitas penyimpanan yang memadai, negara-negara akan kesulitan menambahkan energi terbarukan ke jaringan mereka dalam skala yang diperlukan untuk mengurangi emisi dan menciptakan peluang ekonomi.

“Konsorsium BESS merupakan contoh langkah maju dan berani yang diperlukan untuk mengatasi hambatan yang mencegah begitu banyak orang dan komunitas untuk bergabung dalam transformasi iklim yang sedang berlangsung,” ujarnya.

Baca Juga: Produk Tak Ramah Lingkungan Bakal Sulit Diterima Banyak Negara, Begini Upaya Jokowi

Selain merealisasikan komitmen 5 GW dari BESS di negara – negara berkembang dan mendistribusikan $1 miliar dalam pembiayaan konvensional, Konsorsium juga akan mempercepat pengimplementasian proyek.

Kemudian Konsorsoum juga akan bekerja meningkatkan regulasi lingkungan, membangun pasar yang menguntungkan untuk BESS, dan membuka peluang pembiayaan komersial dan publik.

Negara-negara, utilitas, dan para mitra dalam Konsorsium akan berkolaborasi untuk mengidentifikasi dan merancang dukungan khusus untuk investasi BESS.

Hal ini akan disempurnakan dan dinegosiasikan antara pemangku kepentingan negara dan mitra dengan advokasi komplementer serta tindakan akselerasi yang naungi oleh Konsorsium.

Kitty Bu, VP Asia di GEAPP menyatakan, inisiatif GLC yang dipimpin oleh GEAPP terutama Konsorsium BESS mampu menghasilkan kemajuan yang signifikan.

“Kami berupaya memberikan solusi yang dapat dilakukan serta dapat memberikan hasil yang terukur pada COP29 tahun depan,” terangnya.

India telah berkomitmen dalam Konsorsium BESS. Dia berharap Indonesia menjadi negara Asia berikutnya yang bergabung dengan Konsorsium BESS, sehingga mendukung rencana energi terbarukan pemerintah.

Indonesia telah mencanangkan kebijakan baru meningkatkan pengembangan energi terbarukannya.

Saat ini, pembangkit tenaga air merupakan sumber energi terbarukan utama di Indonesia dengan lebih dari 6.500 MW kapasitas terpasang. Diikuti oleh bioenergi sebesar 3.086 MW, panas bumi sebesar 2.342 MW, tenaga surya sebesar 270 MW, dan angin sebesar 154 MW.

Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy Tegaskan Komitmen Dekarbonisasi Dalam Forum COP 28

Pada tahun 2030, Pemerintah Indonesia berencana untuk memiliki 35% mtoe dari campuran energi terbarukan. Pada tahun 2035, dari total 52% mtoe dari campuran energi terbarukan dalam perencanaan, 12% mtoe akan berasal dari variable renewable energy (VRE), seperti angin dan surya.

Lucky Nurrahmat, Indonesia Country Lead di GEAPP, menjelaskan bergabung dengan Konsorsium BESS yang didirikan oleh Global Leadership Council (GLC) GEAPP, dapat menjadi salah satu solusi bagi pemerintah Indonesia untuk mempercepat pengembangan BESS di negara ini.

"GEAPP melalui GLC dengan senang hati membantu pemerintah untuk mempercepat implementasi BESS dan meningkatkan penetrasi energi terbarukan,” tandasnya.

Ketika proyek-proyek uji coba BESS semakin aktif di Indonesia, baik sektor publik maupun swasta akan melihat manfaatnya, yang seharusnya menginspirasi penciptaan pasar untuk peningkatan komersial dan investasi dalam proyek-proyek yang lebih besar." 

Ia juga menambahkan bahwa pengembangan BESS di Indonesia memerlukan dukungan bersama dari semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat dan daerah hingga lembaga legislatif dan sektor swasta, untuk membuka jalan bagi masa depan energi berkelanjutan Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari