Indonesia tidak terkena pelambatan ekonomi dunia



JAKARTA. Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah menegaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang melanda sejumlah negara emerging market, seperti Tiongkok, Brazil, India, Turki, dan Afrika Selatan sejak pertengahan 2013 hingga triwulan I tahun 2014 tidak terjadi di Indonesia.

“Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan PDB pada triwulan I-2014 dan trend yang membaik dari neraca perdagangan Indonesia, menunjukkan fundamental ekonomi terus membaik walau masih dibayang-bayangi oleh tekanan perlambatan global, terutama dari negara-negara mitra strategis seperti Tiongkok dan Jepang,” kata Firmanzah di Jakarta, Senin (12/5) pagi, seperti dikutip dari situs resmi Setkab RI.

Senin pekan lalu (5/5), BPS mengumumkan data pertumbuhan PDB Indonesia periode  triwulan I-2014 sebesar 5,21 persen (yoy).


Menurut BPS, seluruh sektor mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang turun sebesar 0,38 persen.  Sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sektor dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 10,23 persen.  

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan triwulan I-2014 didukung oleh konsumsi rumah tangga sebesar 5,61 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 5,13 persen, dan konsumsi pemerintah sebesar 3,58 persen. Sedangkan ekspor dan impor masing-masing mengalami kontraksi sebesar 0,78 persen dan 0,66 persen.

Diakui Firmanzah, pertumbuhan PDB Indonesia pada triwulan I-2014 itu lebih rendah dari target dan pertumbuhan triwulan sebelumnya.

Namun, menurut Firmanzah, pertumbuhan 5,21 persen di triwulan 1-2014 masih berada pada kategori pertumbuhan tinggi di dunia saat ini di tengah perlambatan yang dalam dialami negara-negara lain.

“Negara-negara berkembang seperti Tiongkok, Brazil dan India yang pada tahun 2010-2011 menopang pertumbuhan ekonomi global, kini mengalami perlambatan yang berkelanjutan sejak 2012 hingga saat ini,” papar Firmanzah.

Ia menyebutkan, akibat perlambatan berkelanjutan itu telah mengakibatkan volatilitas arus modal sehingga memberi sentimen negatif bagi likuiditas negara-negara berkembang.

Akibatnya, banyak di antaranya yang menaikkan suku bunga acuannya untuk menahan arus modal keluar dan mengendalikan kenaikan inflasi.

“Melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang seperti Tiongkok, Brazil, India dan Afrika Selatan telah mendorong beberapa lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF merevisi proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang termasuk untuk kawasan Asia,” ungkap Firamzah.

Fundamental terus membaik

Guru Besar Universitas Indonesia itu menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 1-2014 sebenarnya dapat dipahami sebagai akumulasi tekanan yang dihadapi, baik yang bersumber dari eksternal maupun internal.

Ia menyebutkan, tekanan dari sisi ekstenal adalah; Pertama, harga komoditas global yang terus menurun akibat cuaca ekstrim dan perlambatan permintaan global.

Kedua, tertekannya permintaan global khususnya bersumber dari negara-negara yang selama ini dengan permintaan terbesar seperti Tiongkok, Amerika, Jepang dan Eropa.

Dan ketiga, permintaan pada lapis kedua di negara-negara berkembang juga terkendala perlambatan ekonomi yang sedang dihadapi.

Sedangkan dari sisi internal, menurut Firmanzah, ancaman defisit transaski berjalan beberapa waktu lalu mendorong Pemerintah  untuk melakukan pengendalian importasi dan pelarangan ekspor mineral mentah. Tentu saja kebijakan ini memiliki konsekuensi (trade- off).

Namun, Firmanzah bersyukur karena fundamental ekonomi Indonesia terus membaik walau masih dibayang-bayangi oleh tekanan perlambatan global terutama dari negara-negara mitra strategis seperti Tiongkok dan Jepang.

Ia menyebutkan, struktur  dan fundamental ekonomi nasional terus menunjukkan perbaikan yang positif.  Kinerja neraca transaksi berjalan terus menunjukkan tren yang membaik.

Defisit transaksi berjalan pada triwulan I-2014 turun menjadi 4,2 miliar dollar AS (2,06% PDB) dibanding 4,3 miliar dollar AS (2,12% PDB) pada triwulan IV-2013.

“Kepercayaan pasar terhadap perekonomian nasional terus melanjutkan tren peningkatan. Hal ini terlihat dari total aliran dana asing yang masuk triwulan 1-2014 mencapai 12,3 miliar dollar AS atau meningkat dari 10,5 miliar dollar AS pada triwulan IV-2013. Sehingga pada periode triwulan 1-2014 terjadi surplus transaksi modal dan finansial sebesar 7,8 miliar dollar AS,” terang Firmanzah.

Firmanzah juga mengungkapkan, perbaikan transaksi berjalan dan surplus transaksi modal dan financial itu, telah mendorong surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I-2014 sebesar 2,1 miliar dollar AS.

“Surplus NPI ini pula yang mendorong kenaikan cadangan devisa yang mencapai 105,6 miliar dollar AS pada akhir April 2014,” papar Firmanzah seraya mengutip data BPS yang  menunjukkan Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada triwulan I-2014 sebesar 101,95 atau meningkat dari triwulan sebelumnya akibat peningkatan kapasitas produksi.

Untuk terus mendorong kapasitas ekonomi nasional terutama menghadapi tekanan perlambatan global, Firmanzah menilai, pemerintah terus mendorong sektor-sektor strategis yang mampu memberi efek pengganda lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Adapun untuk mengantisipasi perlambatan global, lanjut Firmanzah, Pemerintah sedang menyiapkan kebijakan relaksasi seperti revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk menstimuli investasi masuk ke Indonesia.  “Sektor investasi baik untuk pembangunan infrasturktur maupun sektor riil diharapkan dapat memperbesar kapasitas ekonomi nasional di masa mendatang,” ujarnya.

Firmanzah juga menyebutkan,  program industrialisasi dan hilirisasi juga diharapkan tidak hanya mendorong daya saing nasional tetapi juga memperluas kesejahteraan bagi seluruh masyarkat Indonesia. Begitu pula dengan program MP3EI yang sedang berjalan seiring dengan pengembangan kawasan ekonomi khusus di sejumlah titik.

“Saya optimistis dan percaya, transformasi ekonomi nasional yang sedang berjalan ini akan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat yang seluas-luasnya,” pungkas Firmanzah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan