Indopoly bangun pabrik senilai US$ 50 juta



JAKARTA. Pasar industri kemasan yang moncer menjadi alasan ekspansi usaha PT Indopoly Swakarsa Industry Tbk. Kali ini, Indopoly meningkatkan kapasitas produksi plastik tembus pandang (flexible packaging film) dengan investasi US$ 50 juta.

Perluasan pabrik dilakukan di lini produksi terbaru Biaxially Oriented Polyester (BOPET) dan Metalizing Line Purwakarta, Jawa Barat. Kapasitas pabrik ditambah sebesar 20.000 ton, sehingga total kapasitasnya mencapai 100.000 ton per tahun.

Dengan bertambahnya kapasitas, Indopoly menargetkan penjualan tahun ini mencapai US$ 280 juta. Target tersebut naik sebesar 33,3% dari tahun lalu. "Kami optimistis target tersebut tercapai," kata Henry Halim, Presiden Direktur Indopoly, kemarin.


Menurut Henry, penambahan kapasitas itu akan memperkuat posisi Indopoly di industri flexible packaging film. Selain bisa meningkatkan produksinya, ekspansi itu juga mampu memperluas diversifikasi produk-produknya di segmen high-end.

Selain menambah kapasitas, Indopoly juga membangun metalizing line baru dengan kapasitas 14.000 ton pertahun. Selama ini, 40% produksi Indopoly diekspor ke negara lain. Salah satunya langganannya di pasar ekspor adalah produsen rokok kelas dunia Philip Morris.

Indopoly memenuhi 25% kebutuhan kemasan bagi 13 pabrik Philip Morris di sembilan negara. Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengatakan, industri plastik hilir, termasuk industri packaging merupakan industri yang memiliki potensi pasar yang sangat prospektif baik di dalam maupun luar negeri. Konsumsi produk plastik di Indonesia sendiri sudah cukup besar, mencapai 10 kilogram (kg) per kapita pertahun.

Sementara di Malaysia 56 kg, Singapura 93 kg dan Thailand 45 kg. "Tapi seiring pertumbuhan ekonomi, kebutuhan produk plastik juga akan meningkat," kata Hidayat.

Hidayat mengatakan, saat ini industri kemasan plastik di Indonesia berjumlah 892 perusahaan. Mereka menghasilkan rigid packaging, flexible packaging dan thermoforing. Kapasitas secara nasionalnya mencapai 2,35 juta ton pertahun dengan utilisasi 70%.

Produk hilir plastik sendiri digunakan oleh industri yang memproduksi barang-barang konsumen, seperti industri makanan dan minuman, kosmetik, elektronik, farmasi, otomotif dan lain-lain.

Hidayat bilang, selama ini industri plastik di dalam negeri masih terkendala minimnya pasokan bahan baku plastik, seperti polipropilena. Pada tahun 2010, dari kebutuhan sebesar 976.000 ton, industri plastik nasional harus mengimpor sebanyak 485.000 ton. "Kapasitas oil refinaery yang menghasilkan bahan baku naphta dan kondensat masih kurang," terang Hidayat.

Untuk itu, menurut Hidayat, pemerintah akan melakukan pengembangan produk plastik berbahan baku sumber terbarukan (biopolimer) dan aman bagi kesehatan manusia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini