JAKARTA. PT Indosat Tbk (ISAT) sedang menjajaki kemungkinan mencari tambahan dana demi memuluskan rencana pembiayaan kembali (refinancing) utang yang bakal jatuh tempo di 2015. Direktur Keuangan ISAT Stefan Carlsson menyatakan, dana refinancing yang dibutuhkan sekitar Rp 9 triliun. Cuma, besaran dana tambahan itu tergantung jumlah belanja modal tahun depan. "Kalau kami tidak menjual menara maupun aset lainnya, kami membutuhkan sekitar Rp 9 triliun untuk refinancing," ujar Stefan, Kamis (22/5). ISAT menanggung obligasi senilai US$ 650 juta yang diterbitkan anak usahanya, Indosat Palapa Company B.V. Surat utang itu diterbitkan pada 29 Juli 2010 dan akan jatu tempo pada 29 Juli 2020. Namun, operator telekomunikasi ini mempunya opsi untuk membeli kembali (call) obligasi tersebut setelah tanggal 29 Juli 2015 mendatang. Rupanya, ISAT tertarik membeli kembali obligasi tersebut untuk kemudian di-refinancing dengan menggunakan sumber dana yang berdenominasi rupiah. "Itu bisa pinjaman perbankan maupun obligasi rupiah," ungkapnya.Selain obligasi, pada 2015 nanti, utang ISAT senilai Rp 3 triliun bakal jatuh tempo. Utang itu dari beberapa kreditur seperti Bank Central Asia (BCA) dan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (BSMI). Di 2014 ini, ISAT menanggung utang jatuh tempo senilai Rp 6 triliun-Rp 6,5 triliun. Dari jumlah itu, ISAT akan melunasi sekitar Rp 3,6 triliun dari pinjaman perbankan. Stefan mengklaim, ISAT sudah mendapatkan komitmen atas utang tersebut dari BCA dan Bank Mandiri. "Kami memang belum menandatangani secara resmi, tapi proses negosiasi sudah hampir selesai," terangnya. Menurut Stefan, rencana refinancing ini merupakan ikhtiar ISAT untuk mengurangi porsi utang dalam dollar Amerika Serikat (AS). Tingginya utang dollar memang menjadi salah satu faktor yang membikin kinerja keuangan ISAT rentan terkena dampak negatif fluktuasi nilai tukar rupiah. Ini kita bisa dilihat contohnya dari laporan keuangan ISAT per 31 Desember 2013 dan 31 Maret 2014. Pada laporan keuangan 31 Desember 2013, ISAT membukukan rugi bersih senilai Rp 2,78 triliun. Salah satu faktor penyebabnya adalah laporan keuangan ISAT dibeban rugi selisih kurs senilai Rp 224,52 miliar. Maklum, di tahun lalu, mata uang rupiah memang terus melemah terhadap dollar. Kondisi sebaliknya tercermin dalam laporan keuangan ISAT di kuartal I 2014. Secara tak terduga, ISAT justru meraih laba bersih Rp 800,11 miliar. Performa ciamik ini pun terkait dengan penguatan rupiah pada tiga bulan awal tahun ini. Hal ini tercermin dari pos laba atas selisih kurs ISAT yang terisi Rp 880,11 miliar di kuartal I lalu. Kiswoyo Adi Joe, Analis Investa Saran Mandiri menilai, rencana refinancing ini sejatinya positif guna memperbaiki profil utang ISAT. Namun, perlu dicatat, ISAT mesti mengusahakan proses refinancing ini seefisien mungkin. "Jadi, ketika mengganti utang dalam dollar ke rupiah, tingkat bunga pun harus lebih murah," ujar Kiswoyo. Tingginya utang dalam dollar dan industri yang masih negatif membuat Kiswoyo tidak merekomendasikan investor untuk mengoleksi saham ISAT. Kamis (22/5) kemarin, harga ISAT ditutup turun 1,24% ke level Rp 4.090 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indosat cari dana refinancing senilai Rp 9 triliun
JAKARTA. PT Indosat Tbk (ISAT) sedang menjajaki kemungkinan mencari tambahan dana demi memuluskan rencana pembiayaan kembali (refinancing) utang yang bakal jatuh tempo di 2015. Direktur Keuangan ISAT Stefan Carlsson menyatakan, dana refinancing yang dibutuhkan sekitar Rp 9 triliun. Cuma, besaran dana tambahan itu tergantung jumlah belanja modal tahun depan. "Kalau kami tidak menjual menara maupun aset lainnya, kami membutuhkan sekitar Rp 9 triliun untuk refinancing," ujar Stefan, Kamis (22/5). ISAT menanggung obligasi senilai US$ 650 juta yang diterbitkan anak usahanya, Indosat Palapa Company B.V. Surat utang itu diterbitkan pada 29 Juli 2010 dan akan jatu tempo pada 29 Juli 2020. Namun, operator telekomunikasi ini mempunya opsi untuk membeli kembali (call) obligasi tersebut setelah tanggal 29 Juli 2015 mendatang. Rupanya, ISAT tertarik membeli kembali obligasi tersebut untuk kemudian di-refinancing dengan menggunakan sumber dana yang berdenominasi rupiah. "Itu bisa pinjaman perbankan maupun obligasi rupiah," ungkapnya.Selain obligasi, pada 2015 nanti, utang ISAT senilai Rp 3 triliun bakal jatuh tempo. Utang itu dari beberapa kreditur seperti Bank Central Asia (BCA) dan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (BSMI). Di 2014 ini, ISAT menanggung utang jatuh tempo senilai Rp 6 triliun-Rp 6,5 triliun. Dari jumlah itu, ISAT akan melunasi sekitar Rp 3,6 triliun dari pinjaman perbankan. Stefan mengklaim, ISAT sudah mendapatkan komitmen atas utang tersebut dari BCA dan Bank Mandiri. "Kami memang belum menandatangani secara resmi, tapi proses negosiasi sudah hampir selesai," terangnya. Menurut Stefan, rencana refinancing ini merupakan ikhtiar ISAT untuk mengurangi porsi utang dalam dollar Amerika Serikat (AS). Tingginya utang dollar memang menjadi salah satu faktor yang membikin kinerja keuangan ISAT rentan terkena dampak negatif fluktuasi nilai tukar rupiah. Ini kita bisa dilihat contohnya dari laporan keuangan ISAT per 31 Desember 2013 dan 31 Maret 2014. Pada laporan keuangan 31 Desember 2013, ISAT membukukan rugi bersih senilai Rp 2,78 triliun. Salah satu faktor penyebabnya adalah laporan keuangan ISAT dibeban rugi selisih kurs senilai Rp 224,52 miliar. Maklum, di tahun lalu, mata uang rupiah memang terus melemah terhadap dollar. Kondisi sebaliknya tercermin dalam laporan keuangan ISAT di kuartal I 2014. Secara tak terduga, ISAT justru meraih laba bersih Rp 800,11 miliar. Performa ciamik ini pun terkait dengan penguatan rupiah pada tiga bulan awal tahun ini. Hal ini tercermin dari pos laba atas selisih kurs ISAT yang terisi Rp 880,11 miliar di kuartal I lalu. Kiswoyo Adi Joe, Analis Investa Saran Mandiri menilai, rencana refinancing ini sejatinya positif guna memperbaiki profil utang ISAT. Namun, perlu dicatat, ISAT mesti mengusahakan proses refinancing ini seefisien mungkin. "Jadi, ketika mengganti utang dalam dollar ke rupiah, tingkat bunga pun harus lebih murah," ujar Kiswoyo. Tingginya utang dalam dollar dan industri yang masih negatif membuat Kiswoyo tidak merekomendasikan investor untuk mengoleksi saham ISAT. Kamis (22/5) kemarin, harga ISAT ditutup turun 1,24% ke level Rp 4.090 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News