Ditempa untuk menjadi pengusaha sejak kecil membuat Indra Sosrodjojo tak puas hanya mendompleng bisnis orang tua. Dia mendirikan bisnis software alias peranti lunak komputer yang jauh dari bisnis orang tua. Kini, omzet bisnisnya mencapai puluhan miliar rupiah.Terlahir dari keluarga pengusaha jelas sebuah keberuntungan bagi Indra Sosrodjojo, pemilik Andal Software. Indra adalah generasi ketiga dari keluarga Sosrodjojo, pemilik Grup Sosro. Meski begitu, ia justru memilih berbisnis di industri teknologi informasi yang jauh berbeda dengan bisnis keluarga besarnya. Saat ini, Andal yang memiliki software alias peranti lunak pengupahan, perpajakan, dan SDM telah merangkul beberapa klien, seperti Bank Sinarmas, Bursa Efek Indonesia, Solaria, dan Melilea International Indonesia. Sayang, Indra enggan menyebut nilai bisnisnya. Sepanjang 2011, dia mengaku bisa meningkatkan pertumbuhan pendapatan sampai 95%, menjadi puluhan miliar rupiah. Jalan sukses Indra berbisnis peranti lunak terbilang cukup terjal. Meski orang tuanya pengusaha sukses, mereka tak campur tangan saat dia membangun bisnis. Bahkan, Indra tidak mendapat bantuan pendanaan dari keluarga.Sebenarnya sejak kecil Indra sudah terlibat dalam urusan bisnis keluarga. Karena itu, dia sudah mengerti masalah bisnis. Tapi Indra tak tertarik menggeluti bisnis orang tuanya. Benih semangat berbisnis sendiri muncul dari kegemaran lulusan Teknik Elektro Universitas Trisakti pada 1982 ini pada teknologi informasi. Sembari kuliah, pada 1979, bersama 14 teman, ia mendirikan jasa kursus komputer. “Saya tawarkan ke sekolah-sekolah, modal dengkul,” kata dia. Dalam enam bulan, dia berhasil membeli beberapa unit komputer. Modal komputer membuat bisnisnya membesar. Ia mendapatkan banyak siswa. “Ada 20 kelas yang kami ajar saat itu,” kenang dia. Minatnya cukup tinggi karena di awal 1980-an, tak banyak orang menawarkan kursus komputer. Maklum, harga komputer cukup mahal dan pengajar juga susah dicari. Merasa tak puas dengan ilmu yang dimilikinya, Indra kemudian melanjutkan kuliah ke University of Bridgeport, Amerika Serikat, jurusan manajemen informasi. Seusai lulus di 1985, dia kembali ke Indonesia dan melanjutkan bisnis kursus komputer. “Saya pikir, kursus itu usaha paling gampang. Saya tinggal mengajar dan saya mendapat duit,” papar dia. Indra mencoba lebih serius menggeluti bisnis ini. Jika sebelumnya, sekolah yang dibidik sekolah dengan tingkat ekonomi menengah atas, selanjutnya ia memilih sekolah dengan kategori menengah. Peminat ternyata cukup banyak. Pada pertengahan 1980-an, ia mendapatkan 12.000 murid. “Tahun itu, pendapatan saya mencapai Rp 60 juta per bulan,” kata dia. Pernah rugi besarTapi Indra melihat bisnis kurus komputer tidak akan berjalan lama. Pada 1988, dia mendirikan perusahaan pengembang peranti lunak bernama Grahacendekia Inforindo dengan nama produk Andal Software. “Modalnya dari usaha kursus komputer,” tutur dia. Bisnis pembuatan peranti lunak pesanan pada awalnya cukup menguntungkan. Tak hanya membuat peranti lunak sesuai dengan pesanan, Indra juga membuat produk peranti lunak yang dijual secara massal. Kala itu dia menggandeng Elex Media Komputindo untuk memasarkan produknya. Hasilnya cukup bagus. Pendapatan dan pelanggan Andal juga banyak. Tapi, ternyata pelanggan yang banyak tidak membuat perusahaannya makin untung. Sebab, pelayanan yang harus diberikan juga harus ekstra. Akibatnya banyak pekerjaan yang tak bisa selesai tepat waktu dan banyak pelanggan memprotes. Banyak pelanggan yang lantas memutuskan kontrak. Praktis pemasukan pada tahun 2002 nol. Padahal, dia tetap harus menggaji karyawan. “Saat itu, saya boleh dibilang habis. Saya rugi besar,” tutur Indra dengan tatapan menerawang. Nilai kerugian yang dia tanggung miliaran rupiah. Dia mengaku kehilangan aset pribadi berupa ruko, mobil, dan lainnya. Ia bahkan hampir menutup usahanya saking sudah putus asa. Tapi, ada dua hal yang membuatnya terus bertahan: menghargai karyawan yang sudah lama bekerja dengannya dan dukungan saran dari orang terdekat. Indra pun bangkit dengan membuat produk baru. “Saya masuk ke software PayMaster di tahun 2004,” tuturnya. Indra tak lagi memproduksi peranti lunak untuk dijual massal. Dia lebih menekankan membuat peranti lunak untuk korporasi. Hasilnya, bisnisnya kini memang lebih stabil. Kegagalan mengelola perusahaan di masa lalu membuat Indra banyak belajar. “Dulu, saya hanya mempelajari teori manajemen bahwa orang itu harus dikontrol, dikasih target, dan diawasi. Tapi, ternyata dengan begitu kreativitas mereka malah berhenti,” ujarnya. Karena itu, kini dia mencoba mendistribusikan pekerjaan. Indra juga banyak berdiskusi dengan anak buahnya. “Saya lebih santai sekarang. Beban saya jauh lebih ringan walau permasalahan masih ada,” kata dia. Ke depan, dia berharap Andal bisa menguasai pasar peranti lunak sampai 30%. Selain itu, ia menargetkan bisa merambah pasar di Asia Pasifik. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indra pun berkibar sebagai juragan software
Ditempa untuk menjadi pengusaha sejak kecil membuat Indra Sosrodjojo tak puas hanya mendompleng bisnis orang tua. Dia mendirikan bisnis software alias peranti lunak komputer yang jauh dari bisnis orang tua. Kini, omzet bisnisnya mencapai puluhan miliar rupiah.Terlahir dari keluarga pengusaha jelas sebuah keberuntungan bagi Indra Sosrodjojo, pemilik Andal Software. Indra adalah generasi ketiga dari keluarga Sosrodjojo, pemilik Grup Sosro. Meski begitu, ia justru memilih berbisnis di industri teknologi informasi yang jauh berbeda dengan bisnis keluarga besarnya. Saat ini, Andal yang memiliki software alias peranti lunak pengupahan, perpajakan, dan SDM telah merangkul beberapa klien, seperti Bank Sinarmas, Bursa Efek Indonesia, Solaria, dan Melilea International Indonesia. Sayang, Indra enggan menyebut nilai bisnisnya. Sepanjang 2011, dia mengaku bisa meningkatkan pertumbuhan pendapatan sampai 95%, menjadi puluhan miliar rupiah. Jalan sukses Indra berbisnis peranti lunak terbilang cukup terjal. Meski orang tuanya pengusaha sukses, mereka tak campur tangan saat dia membangun bisnis. Bahkan, Indra tidak mendapat bantuan pendanaan dari keluarga.Sebenarnya sejak kecil Indra sudah terlibat dalam urusan bisnis keluarga. Karena itu, dia sudah mengerti masalah bisnis. Tapi Indra tak tertarik menggeluti bisnis orang tuanya. Benih semangat berbisnis sendiri muncul dari kegemaran lulusan Teknik Elektro Universitas Trisakti pada 1982 ini pada teknologi informasi. Sembari kuliah, pada 1979, bersama 14 teman, ia mendirikan jasa kursus komputer. “Saya tawarkan ke sekolah-sekolah, modal dengkul,” kata dia. Dalam enam bulan, dia berhasil membeli beberapa unit komputer. Modal komputer membuat bisnisnya membesar. Ia mendapatkan banyak siswa. “Ada 20 kelas yang kami ajar saat itu,” kenang dia. Minatnya cukup tinggi karena di awal 1980-an, tak banyak orang menawarkan kursus komputer. Maklum, harga komputer cukup mahal dan pengajar juga susah dicari. Merasa tak puas dengan ilmu yang dimilikinya, Indra kemudian melanjutkan kuliah ke University of Bridgeport, Amerika Serikat, jurusan manajemen informasi. Seusai lulus di 1985, dia kembali ke Indonesia dan melanjutkan bisnis kursus komputer. “Saya pikir, kursus itu usaha paling gampang. Saya tinggal mengajar dan saya mendapat duit,” papar dia. Indra mencoba lebih serius menggeluti bisnis ini. Jika sebelumnya, sekolah yang dibidik sekolah dengan tingkat ekonomi menengah atas, selanjutnya ia memilih sekolah dengan kategori menengah. Peminat ternyata cukup banyak. Pada pertengahan 1980-an, ia mendapatkan 12.000 murid. “Tahun itu, pendapatan saya mencapai Rp 60 juta per bulan,” kata dia. Pernah rugi besarTapi Indra melihat bisnis kurus komputer tidak akan berjalan lama. Pada 1988, dia mendirikan perusahaan pengembang peranti lunak bernama Grahacendekia Inforindo dengan nama produk Andal Software. “Modalnya dari usaha kursus komputer,” tutur dia. Bisnis pembuatan peranti lunak pesanan pada awalnya cukup menguntungkan. Tak hanya membuat peranti lunak sesuai dengan pesanan, Indra juga membuat produk peranti lunak yang dijual secara massal. Kala itu dia menggandeng Elex Media Komputindo untuk memasarkan produknya. Hasilnya cukup bagus. Pendapatan dan pelanggan Andal juga banyak. Tapi, ternyata pelanggan yang banyak tidak membuat perusahaannya makin untung. Sebab, pelayanan yang harus diberikan juga harus ekstra. Akibatnya banyak pekerjaan yang tak bisa selesai tepat waktu dan banyak pelanggan memprotes. Banyak pelanggan yang lantas memutuskan kontrak. Praktis pemasukan pada tahun 2002 nol. Padahal, dia tetap harus menggaji karyawan. “Saat itu, saya boleh dibilang habis. Saya rugi besar,” tutur Indra dengan tatapan menerawang. Nilai kerugian yang dia tanggung miliaran rupiah. Dia mengaku kehilangan aset pribadi berupa ruko, mobil, dan lainnya. Ia bahkan hampir menutup usahanya saking sudah putus asa. Tapi, ada dua hal yang membuatnya terus bertahan: menghargai karyawan yang sudah lama bekerja dengannya dan dukungan saran dari orang terdekat. Indra pun bangkit dengan membuat produk baru. “Saya masuk ke software PayMaster di tahun 2004,” tuturnya. Indra tak lagi memproduksi peranti lunak untuk dijual massal. Dia lebih menekankan membuat peranti lunak untuk korporasi. Hasilnya, bisnisnya kini memang lebih stabil. Kegagalan mengelola perusahaan di masa lalu membuat Indra banyak belajar. “Dulu, saya hanya mempelajari teori manajemen bahwa orang itu harus dikontrol, dikasih target, dan diawasi. Tapi, ternyata dengan begitu kreativitas mereka malah berhenti,” ujarnya. Karena itu, kini dia mencoba mendistribusikan pekerjaan. Indra juga banyak berdiskusi dengan anak buahnya. “Saya lebih santai sekarang. Beban saya jauh lebih ringan walau permasalahan masih ada,” kata dia. Ke depan, dia berharap Andal bisa menguasai pasar peranti lunak sampai 30%. Selain itu, ia menargetkan bisa merambah pasar di Asia Pasifik. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News