KONTAN.CO.ID - Gelombang kebangkrutan mulai menghantam produsen minuman beralkohol (spirit) di Amerika Serikat, seiring orang Amerika makin mengurangi konsumsi alkohol dan menahan belanja. Dalam setahun terakhir, produsen wiski dan minuman keras menghadapi kombinasi tekanan berat: dari perubahan gaya hidup yang lebih sehat, pelemahan daya beli, hingga penurunan ekspor akibat ketegangan dagang dan tarif. Mengutip
USA Today, bukan hanya restoran dan peritel yang tumbang pada 2025. Sejumlah penyuling minuman keras di AS juga mengajukan kebangkrutan. Yang terbaru adalah A.M. Scott Distillery, perusahaan yang baru berdiri pada 2022 di Troy, Ohio, dan mengoperasikan fasilitas di Dayton. Perusahaan ini mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 11 pada 22 Desember.
Sebelumnya, kebangkrutan juga menimpa Luca Mariano Distillery di Kentucky (Agustus), Devils River Distillery di Texas dan JJ Pfister Distilling Co. di California (Mei), House Spirits Distillery di Oregon (April), serta Boston Harbor Distillery dan Lee Spirits Co. (Maret). Salah satu penyebab utama adalah turunnya konsumsi alkohol di AS. Survei Gallup Agustus lalu menunjukkan hanya 54% orang dewasa AS yang mengonsumsi alkohol. Ini merupakan angka terendah sepanjang sejarah survei tersebut. Angka ini turun dari 58% pada 2024 dan 62% pada 2023. Bahkan di kalangan peminum, konsumsi rata-rata dalam sepekan hanya 2,8 gelas, angka terendah sejak 1996. Dalam delapan tahun terakhir sebelumnya, konsumsi rata-rata masih di kisaran 4 gelas per minggu.
Baca Juga: Inter Tekuk Atalanta 1-0, Lautaro Antar Nerazzurri ke Puncak Serie A Italia Masalah tak berhenti di pasar domestik. Ketegangan dagang dan tarif turut memangkas ekspor minuman beralkohol AS sebesar 9% secara tahunan pada kuartal II-2025, menurut laporan Dewan Minuman Keras AS (DISCUS). Ekspor ke Uni Eropa, Inggris, dan Jepang turun, sementara ekspor ke Kanada anjlok paling tajam hingga 85%, menjadi di bawah US$ 10 juta. Sebagian besar provinsi di Kanada sempat melarang penjualan minuman keras asal AS sebagai balasan atas tarif AS, meski tarif balasan itu dicabut pada September. DISCUS memperingatkan bahwa konsumen global mulai beralih ke produk domestik atau impor dari negara lain, menjauh dari merek-merek spirit asal Amerika. Tekanan ini juga berdampak pada raksasa industri. Jim Beam akan menghentikan sementara operasional kilang utamanya di Kentucky mulai Januari 2026 untuk jangka waktu tak ditentukan, seiring evaluasi permintaan pasar. Tak hanya produsen spirit, industri bir pun mengalami nasib serupa. Rogue Ales & Spirits di Oregon tutup dan mengajukan kebangkrutan pada November. Jaringan Iron Hill Brewery & Restaurant juga menyusul pada Oktober.
Tonton: Harga Emas Antam Naik Menjadi Rp 2.605.000 per Gram pada Sabtu (27/12) Asosiasi Pembuat Bir mencatat, 2025 menjadi tahun kedua berturut-turut di mana jumlah penutupan pabrik bir melampaui pembukaan baru. Hingga kini tercatat 268 pembukaan dan 434 penutupan, dengan total hampir 9.800 pabrik bir kecil dan independen di AS. Menurut ekonom Brewers Association, tekanan datang dari perubahan perilaku konsumen, efisiensi ritel, kenaikan biaya akibat inflasi dan tarif, serta persaingan yang makin ketat. Faktor-faktor tersebut memaksa pelaku industri menyesuaikan produk hingga model bisnis mereka.
Kesimpulan Industri minuman beralkohol di Amerika Serikat tengah menghadapi fase koreksi besar pada 2025, dipicu oleh kombinasi perubahan gaya hidup konsumen, pelemahan belanja, penurunan ekspor akibat konflik dagang, serta tekanan biaya. Gelombang kebangkrutan di sektor spirit dan bir menegaskan bahwa bisnis yang selama ini dianggap defensif pun tak kebal terhadap perubahan perilaku dan kebijakan global, memaksa pelaku industri melakukan penyesuaian serius agar bisa bertahan.