KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perwakilan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) angkat bicara terkait rencana kenaikan harga gas di luar kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (non-HGBT). Sebelumnya, terdapat surat edaran dari PT Pertamina Gas Negara yang terbit akhir Juli 2023 terkait pemberitahuan rencana penyesuaian harga gas mulai 1 Oktober 2023. Kenaikan harga gas non-HGBT cukup signifikan karena ada yang menjadi US$ 12,31 per MMBTU. Ketua Umum Asosiasi Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat mengaku, porsi komponen penggunaan gas terhadap total biaya operasional atau produksi perusahaan-perusahaan AMDK sangat variatif namun relatif kecil.
Kendati demikian, para pebisnis AMDK tetap waspada. Sebagai konsumen non-HGBT, apabila rencana kenaikan harga gas itu terwujud, maka akan langsung mempengaruhi beban biaya para pelaku industri AMDK. “Kami berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi industri yang masih dalam tahap pemulihan dari krisis pandemi lalu,” ujar Rachmat, Kamis (17/8).
Baca Juga: Ini Penyebab Harga Gas Non HGBT Berpotensi Naik Aspadin menyebut belum ada sinyal kenaikan harga produk AMDK kepada konsumen di kemudian hari tatkala harga gas non-HGBT menjadi lebih mahal. Menurut Rachmat, kenaikan harga produk adalah langkah terakhir bagi produsen AMDK untuk tetap dapat menjalankan usaha. Sebenarnya, industri AMDK sedang dalam momentum yang positif seiring berakhirnya pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Dalam catatan Kontan, Aspadin memperkirakan penjualan AMDK secara nasional dapat mencapai lebih dari 30 miliar liter sampai akhir 2023. Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga berharap pemerintah meninjau ulang kebijakan kenaikan harga gas non-HGBT dan sebisa mungkin menunda atau membatalkan kenaikan harga gas tersebut. Apindo menilai, harga gas industri yang bersaing di Asia Tenggara berada di kisaran US$ 6—7 per MMBTU. Ini berlaku dalam kondisi di mana hampir seluruh negara Asia Tenggara perlu melakukan impor Liquefied Natural Gas (LNG) seperti Indonesia. Idealnya, Indonesia bisa menciptakan affordability harga gas dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain, karena Indonesia punya potensi produksi dan suplai LNG secara mandiri. Makanya, Apindo berharap pemerintah lebih fokus pada upaya reformasi sektor energi agar harga gas nasional bisa berada pada level yang kompetitif secara berkelanjutan.
Kenaikan harga gas untuk industri pun seharusnya bisa dibicarakan dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada para pelaku usaha terdampak. Jika kenaikan harga gas benar-benar terjadi, Apindo khawatir tidak ada langkah antisipatif yang bisa dilakukan dari sisi pelaku usaha. “Sebab, industri yang memenuhi kebutuhan energinya dari LNG biasanya tidak bisa mensubtitusi dengan jenis energi lain lantaran bisa mempengaruhi perubahan pada mesin produksi,” jelas Shinta W. Kamdani, Ketua Umum Apindo, Senin (14/8) lalu.
Baca Juga: SKK Migas Pastikan Tidak Ada Kebijakan Menaikkan Harga Gas Hulu Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat