Industri Asuransi Syariah Diproyeksikan Tumbuh 9%-11% pada 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menargetkan industri asuransi syariah mencatatkan pertumbuhan premi atau kontribusi sebesar 9%-11% di 2023.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman mengatakan, asuransi syariah secara prinsip memperkirakan berdasarkan hitungan statistik atau tren yang ada, akan terjadi pertumbuhan walaupun pertumbuhan tidak terlalu besar seperti di tahun sebelum-sebelumnya.

"Kami meyakini industri syariah berkembang secara sederhana sekitar double digit antara 9% - 11%," kata Erwin saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (30/12).


Erwin menjelaskan, target itu diyakini karena dari sisi pembiayaan perbankan syariah masih akan tumbuh. Diikuti ada potensi di Aceh akan yang akan menerapkan asuransi syariah secara utuh mulai tahun depan.

Baca Juga: OJK Bakal Atur Lagi Batasan Investasi di Perusahaan Asuransi, Begini Tanggapan Analis

"Kemudian, kita melihat ada potensi-potensi sumber pembiayaan syariah yang baru, misalkan dari wakaf produktif yang akan melakukan pembangunan terhadap  infrastruktur," tuturnya.

Selain itu, kata Erwin, ada bonus lain sukuk untuk pembangunan infrastruktur. Ada potensi yang kelihatan lebih jelas di 2023 di mana perjalanan umroh yang mewajibkan menggunakan asuransi syariah.

"Apalagi keadaan sudah membaik, sehingga jumlah jamaah yang pergi umroh akan kembali normal seperti tahun-tahun sebelum pandemi," ujar Erwin.

Jika melihat kinerja asuransi syariah, bisa dilihat dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontribusi bruto asuransi syariah mencapai Rp 19,95 triliun atau tumbuh 18,13% secara year on year (YoY) sampai kuartal III-2022.

Nilai itu dicatatkan oleh lini asuransi jiwa syariah, asuransi umum syariah, dan reasuransi syariah.

Selain itu, total aset mencapai naik 3,00% menjadi Rp 44,99 triliun. Dengan aset investasi sebesar Rp 36,90 triliun atau tumbuh 5,28%, berikut hasil investasi sebesar Rp 936 miliar, meningkat signifikan dari peroleh sebelumnya Rp 13 miliar.

Adapun klaim dibayarkan mencapai Rp 14,40 triliun atau turun tipis 1,58%. Dengan demikian, penetrasi asuransi syariah tercatat masih berada di level 0,14%, termasuk densitas sebesar Rp 96.127.

Sementara itu, menurut Erwin, tantangan di industri asuransi secara prinsip sama dengan asuransi konvensional, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum. Erwin bilang, secara umum tantangan industri perasuransian seperti citra yang perlu diperbaiki. Di mana citra industri asuransi sedang menurun sehingga perlu diperbaiki kembali.

"Walaupun asuransi syariah saat ini belum dan mudah-mudahan tidak tersangkut kasus gagal bayar dan sejenisnya. Secara gambaran umum, industri asuransi sedang mengalami ujian citra yang tidak baik," ungkap Erwin.

Selain tantangan secara umum di industri asuransi. Erwin mengingatkan ada tantangan yang dialami di asuransi syariah. Menurut dia, tantangannya ialah akan semakin besar dengan iklim kompetisi yang tidak seimbang antara perusahaan asuransi syariah yang beroperasi secara penuh dengan unit-unit syariah secara cost of insurance-nya tidak berimbang.

Baca Juga: AAUI Berharap LPS Lebih Melindungi Dana Masyarakat di Perusahaan Asuransi

"Kalau perusahaan asuransi syariah secara penuh biayanya lebih tinggi, kalau masih unit relatif lebih rendah," jelasnya.

AASI mendapatkan masukan dari perusahaan asuransi syariah yang beroperasi secara penuh. Mereka telah menganalisa terhadap isu ini dengan kata lain tidak fair karena baya yang harus dikeluarkan yang lebih besar di perusahaan asuransi syariah yang bukan unit.

Adapun, ada beberapa inovasi produk di industri asuransi syariah yang akan diluncurkan. Erwin mengatakan, ada beberapa inisiatif seperti parametrik insurance ke depan akan bisa digunakan di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan hal-hal apa saja yang menggunakan perhitungan parametrik atau terkait bencana alam.

Selain itu, ada beberapa inovasi produk di asuransi syariah yang akan dikembangkan namun masih dalam tahap pembahasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .