KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Resesi ekonomi di Amerika Serikat (AS) masih mengancam, terlebih jika pemerintah AS gagal membayar utang. Sejumlah pebisnis yang berorientasi ekspor ke negeri Paman Sam pun patut waspada bila AS masuk resesi. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro menyampaikan, para eksportir mulai merasakan dampak krisis ekonomi AS sejak jelang akhir tahun 2022. Hal ini ditandai dengan banyaknya kontrak pengiriman produk ekspor ke AS yang diputus atau ditunda akibat ketidakpastian di negara tersebut. Sayangnya, GPEI belum memiliki data yang akurat terkait besaran ekspor Indonesia dari berbagai sektor industri ke AS, termasuk tren penurunan ekspor tersebut. “Nilai ekspornya cukup besar, sehingga kalau terjadi gangguan bisa mempengaruhi kinerja industri yang bersangkutan,” ujar dia, Minggu (14/5).
Toto pun menyebut ada beberapa sektor industri berorientasi ekspor yang terganggu oleh krisis AS, seperti tekstil, alas kaki, dan lain sebagainya. Para eksportir menyiasati perlambatan permintaan di pasar AS dengan berupaya mencari berbagai pasar alternatif, misalnya negara-negara di kawasan Afrika. Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie juga mengakui bahwa pelemahan ekonomi di AS sudah terasa dampaknya bagi para eksportir alas kaki sejak pertahan tahun lalu. Bahkan, efek seretnya ekspor ke AS sampai-sampai membuat sejumlah produsen alas kaki nasional melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para karyawannya. “Amerika Serikat menjadi pasar terbesar bagi industri alas kaki Indonesia,” kata dia, Minggu (14/5).
Baca Juga: Efek Pemilu Terhadap Industri Tekstil Sudah Terlihat, Tapi Tidak Besar Saat ini, Aprisindo masih memonitori perkembangan kondisi ekonomi di AS. Apabila krisis di AS tak kunjung mereda, bisa saja penurunan permintaan ekspor ke negara tersebut akan terjadi secara berkepanjangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk alas kaki untuk kebutuhan sehari-hari dari Indonesia ke Amerika Serikat turun 38,40% year on year (YoY) dari US$ 45,35 juta pada Januari-Februari 2022 menjadi US$ 27,93 juta pada Januari-Februari 2023. Ekspor sepatu olahraga ke AS juga berkurang 40,33% YoY dari US$ 357,25 juta pada Januari-Februari 2022 menjadi US$ 213,16 juta pada Januari-Februari 2023. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga menyebut, ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia ke AS sedang seret. Kembali merujuk data BPS, ekspor pakaian jadi (konveksi) dari tekstil ke AS turun 31,89% YoY dari US$ 873,43 juta pada Januari-Februari 2022 menjadi US$ 598,30 juta pada Januari-Februari 2023. Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengungkapkan, tren penurunan ekspor ke AS TPT sebenarnya juga dialami oleh para produsen TPT lainnya di Asia. Misalnya, China yang mengalami penurunan ekspor TPT ke AS sebesar 18,4% sepanjang kuartal pertama tahun ini. Sialnya, Indonesia justru jadi pasar alternatif bagi China. Hal ini ditunjukan oleh ekspor TPT China ke Asia Tenggara yang naik 29% pada kuartal I-2023, yang mana salah satunya ditujukan ke Indonesia.
“Artinya, China mengambil alih porsi pasar domestik industri TPT nasional,” ujar Jemmy. Padahal, pasar domestik semestinya bisa menjadi tumpuan bagi industri TPT nasional tatkala permintaan produk ke pasar ekspor sedang lesu. Maka dari itu, API menilai bahwa Indonesia sangat membutuhkan penguatan aturan trade barrier untuk menangkis serangan masuknya impor TPT dari China.
Baca Juga: Jelang Tahun Pemilu, Ini Tanggapan Para Pelaku Industri Terhadap Potensi Bisnis TPT Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat