Industri BPR/S Butuh Perpanjangan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana perpanjangan relaksasi berupa restrukturisasi Covid-19 tampaknya lebih dibutuhkan industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Maklum, nasabah yang dimiliki oleh BPR bisa dibilang lebih banyak masih belum pulih dari pandemi tersebut.

Sebagai informasi, sisa kredit restrukturisasi Covid-19 sampai dengan Mei 2024 tersisa sebesar Rp 192,52 triliun. Di mana, jumlah debitur yang masih menjalani restruk kredit tersisa sebanyak 702.000, turun drastis 10 kali lipat jika dibandingkan saat puncaknya hampir mendekati 7 juta debitur pada tahun 2022.

Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah (BPRS) Asbisindo Cahyo Kartiko mengungkapkan bahwa dari diskusi bersama pelaku industri BPRS, perpanjangan relaksasi tersebut disambut baik. Meski, awalnya industri ini telah memiliki persiapan kala relaksasi tersebut berakhir pada akhir Maret lalu.


Cahyo bilang ternyata industri salah memprediksi bahwa nasabah-nasabah yang terdampak Covid-19 sudah membaik. Nyatanya, ia melihat masih banyak nasabah yang justru belum pulih dari pagebluk yang melanda dunia dalam dua tahun tersebut.

Ia menjelaskan memang kondisi yang berbeda jika dibandingkan dengan bank umum. Menurutnya, nasabah UMKM yang dimiliki oleh bank umum memiliki modal yang lebih besar sehingga lebih terlihat sudah pulih jika dibandingkan dengan nasabah UMKM yang dimiliki BPR.

Baca Juga: OJK Terbitkan Peraturan Perkuat Penerapan Tata Kelola BPR/BPRS

”Jadi kalau relaksasi itu diperpanjang tentu akan sangat membantu,” ujar Cahyo.

Cahyo yang juga Direktur Utama Dari BPRS Artha Madani mengungkapkan outstanding kredit restrukturisasi yang dimiliki masih tersisa sekitar Rp 18 miliar. Di mana, hanya kredit senilai Rp 2 miliar yang berhasil lolos dari restrukturisasi tersebut.

Adapun, ia menyebut sektor yang saat ini masih belum pulih dari pandemi Covid-19 adalah sektor perdagangan. Cahyo bilang omset dari sektor perdagangan ini belum bisa kembali seperti masa sebelum pandemi.

Chariyansyah, Komisaris Utama BPR Nusa Bona Pasogit bilang bahwa perpanjangan tersebut akan sangat membantu untuk fluktuasi NPL yang dimiliki industri BPR. Di tambah, saat ini BPR juga sedang berusaha untuk memenuhi modal minimal Rp 6 miliar pada akhir tahun ini.

Hanya saja, ia mengungkapkan perpanjangan restrukturisasi ini tidak akan berdampak signifikan bagi BPR Nusa Bona Pasogit. Sebab, sisa outstanding dari kredit restrukturisasi tersebut tinggal sedikit.

Ia merinci outstanding kredit restrukturisasi yang dimiliki BPR tersebut tersisa Rp 14,76 miliar. Nilai tersebut untuk grup BPR Nusa Bona Pasogit untuk wilayah Jawa Barat dan Banten.

”Kebanyakan di sektor usaha pariwisata dan transportasi,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama BPR Hasamitra I Nyoman Supartha yang akrab disapa Mansu juga membenarkan bahwa industri BPR pasti membutuhkan perpanjangan tersebut. Namun, bagi BPR Hasamitra sendiri tak membutuhkan relaksasi tersebut.

Bukan tanpa alasan, Mansu bilang bahwa sejak awal memang tidak ada kredit yang di relaksasi akibat Covid-19. Alhasil, dia tak banyak berkomentar terkait wacana perpanjangan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari