Industri dilanda kejenuhan, XL mencoba bertahan



JAKARTA. Industri telekomunikasi memasuki masa jenuh akibat pendapatan segmen tradisionalnya terus turun. Untunglah, bisnis layanan data dan konten menyisakan harapan untuk tetap bertumbuh. Simak penuturan Hasnul Suhaimi, Chief Executive Officer (CEO) PT XL Axiata Tbk, membeberkan posisi perusahaan saat ini dan strategi yang disiapkan di masa mendatang, berikut ini :

Mungkin beberapa pihak menilai, sektor telekomunikasi sudah mulai sunset, akibat pertumbuhannya yang terus melambat dan tidak mampu mencetak double-digit growth lagi. Namun, di mata saya, sektor ini lebih tepat disebut saturated industry alias industri yang mulai jenuh. Kejenuhan ini terutama di layanan tradisional, yaitu percakapan dan pesan pendek atau short message service (SMS).

Namun, peluang pertumbuhan industri masih terbuka lebar di segmen lain. Bisnis telekomunikasi ini telah menempuh perjalanan cukup berliku. Ada masa di mana industri ini booming. Saya ingat, tahun 2006 silam, saat pertama masuk ke PT XL Axiata Tbk (EXCL), pemakai telepon seluler di Indonesia masih kurang dari 100 juta pelanggan.


Ketika itu, pelanggan XL sekitar 9 juta pelanggan. Pendapatan kami mencapai Rp 6,4 triliun. Periode tahun itu hingga tahun 2010 adalah masa pertumbuhan yang sangat pesat, baik dari sisi industri maupun pertumbuhan di XL sendiri. Antara tahun 2006 hingga 2010, growth melesat dengan kisaran 50%, 40%, atau 30%, itu biasa.

Tahun 2010 pelanggan telepon seluler di Tanah Air sudah melejit menjadi 220 juta pelanggan. Itu sungguh penetrasi yang sangat cepat. Dan, kini, pelanggan seluler mencapai kisaran 280 juta pelanggan dari 240 juta penduduk. Berarti, banyak orang yang menjadi pelanggan lebih dari satu provider.

Perkembangan industri telekomunikasi juga harus dilihat dari jenis pasar layanannya. Fase pertama adalah memuncaknya segmen tradisional telekomunikasi, yakni voice dan SMS. Pasar inilah yang kini memang masuk fase jenuh.

Di XL, hal itu tecermin dari pertumbuhan. Angka pertumbuhannya menjadi single digit saja. Kisaran pertumbuhannya hanya 4%–7%. Bahkan tahun 2011 lalu, segmen ini sempat menurun 7%. Tahun lalu, layanan voice berhasil tumbuh 6%, sedangkan SMS naik 16% (lihat infografis). Meski begitu, layanan percakapan dan SMS masih memberikan kontribusi yang cukup dominan terhadap pendapatan kami.

Fase kedua, perkembangan layanan data. Saat ini, layanan data berada di puncak pertumbuhan. Pencapaian sektor data ini mengesankan. Tahun 2008 lalu, kontribusi sektor data baru 1%. Dalam dua tahun dia melesat hingga sumbangannya mencapai 20%.

Nah, fase ketiga adalah new digital services atau layanan digital baru. Saat ini kami masuk ke fase ini. Isi segmen ini seputar konten, aplikasi-aplikasi, seperti e-commerce, e-money, dan seterusnya.

Sejatinya, XL sudah memulai ini sejak beberapa tahun lalu. Sumbangannya juga ada, meski masih sangat kecil. Namun, terjadi "badai" pada Oktober 2011, dengan pelarangan layanan SMS premium oleh pemerintah, sehingga pendapatan segmen ini amblas menjadi nol. Syukurlah saat ini sudah mulai bangkit kembali.

Dengan latar belakang situasi seperti itu, kami harus memantapkan strategi agar tetap bisa tumbuh dan memenuhi target. Bisnis voice dan SMS sudah jenuh, orang makin malas SMS-an. Persaingan tarif juga membuat segmen ini cukup berat.

Membesarkan bisnis data adalah salah satu jalan keluar. Disambung dengan penyiapan segmen new digital services dengan lebih baik.Mengapa harus dimulai sejak sekarang? Bahkan bisnis data yang tengah tumbuh pesat ini pun suatu saat akan mulai melambat. Sehingga, kami harus menyiapkan antisipasinya seawal mungkin.

Tahun lalu saja, dari jumlah pelanggan kami sebanyak 45,8 juta pelanggan, sebanyak 56% adalah pelanggan layanan data. Pertumbuhan pendapatan segmen ini mencapai 50%. Tanpa kesigapan untuk menangkap peluang pasar ini, termasuk dengan peningkatan layanan, bisa-bisa keburu hilang momentum.Jangan sampai ketika si kakek, yakni layanan voice dan SMS, sudah tua, bapak (layanan data) keburu tua juga, eh si anak (new digital services) malah belum matang.

Maka itu, beberapa tahun belakangan ini kami gencar membangun base transceiver station (BTS). Bayangkan saja, dulunya kami bangun BTS itu hanya 900 unit per tahun. Sekarang? Kami bisa bangun hingga 1.000 unit BTS per bulan! Tahun lalu, total BTS yang kami bangun lebih dari 11.000 unit. Ini untuk mendukung layanan.

Tahun ini, kami siapkan anggaran belanja modal berkisar Rp 7 triliun hingga Rp 8 triliun. Mayoritas anggaran, sekitar 80% kami alokasikan untuk membangun BTS. Tahun ini, BTS yang akan kami bangun sekitar 6.000–7.000 unit. Hingga sekarang, total kepemilikan BTS XL mencapai 39.452 unit.Anggaran modal kami ambil dari kas internal. Per 31 Desember 2012 lalu, posisi kas kami sekitar Rp 791,8 miliar. Juga didukung pinjaman dari perbankan. Untuk emisi obligasi, nanti kami pertimbangkan kalau memang butuh untuk itu.

(Apa saja langkah lain yang disiapkan oleh Hasnul Suhaimi untuk mempertahankan kinerja XL Axiata di masa mendatang? Benarkah Hasnul melarang karyawannya bekerja lembur sebagai bagian dari langkah efisiensi perusahaan? Simak penuturan lebih lengkah Hasnul Suhaimi di Edisi Khusus Tabloid KONTAN bertajuk "Strategi 15 CEO Menghadapi 2013). Terbit pekan kedua Maret 2013).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah