Industri Elektronik Tertekan Akibat Pelemahan Rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pelaku industri terkait elektronik kelimpungan di tengah tren pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, kurs rupiah berada di level Rp 16.412 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (14/6) atau melemah 0,87% dibandingkan hari sebelumnya. 

Gabungan Perusahaan Elektronik (Gabel) menyebut, koreksi rupiah jelas sangat berdampak pada kelangsungan industri elektronik nasional. Sebab, sekitar 70% komponen produk elektronik di Indonesia masih diimpor dengan transaksi dolar AS.


Lantas, mengerek harga jual menjadi cara paling lumrah untuk mengantisipasi pelemahan rupiah. Namun, upaya ini tidak mudah dilakukan oleh produsen elektronik lokal, karena pasar masih terdistorsi semenjak adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Baca Juga: Pelemahan Rupiah Mulai Memukul Industri Manufaktur

"Bagi kami tidak ada kurs rupiah yang ideal, yang penting bergerak stabil," imbuh Sekretaris Jenderal Gabel Daniel Suhardiman, Selasa (18/6).

Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) turut mengaku, tren pelemahan kurs rupiah membuat ongkos produksi produk pendingin refrigerasi seperti lemari es dan air conditioner (AC) menjadi lebih mahal. Apalagi, sebagian bahan baku kedua produk tadi masih diimpor dari negara lain.

Dalam catatan Perprindo, lemari es memiliki bahan baku yang diimpor dengan komposisi sekitar 30%-50%. Adapun 50%-70% bahan baku AC berasal dari negara lain.

Baca Juga: Rupiah Jeblok, Kinerja Industri Bisa Anjlok

Dengan kondisi seperti itu, pihak produsen mesti lebih menggencarkan efisiensi biaya, melakukan hedging kurs, dan memperbaiki proyeksi penjualan agar tidak terjadi kelebihan produksi. 

"Jika pelemahan rupiah terus berlanjut ketika segala upaya efisiensi sudah maksimal, maka jalan akhirnya adalah menaikkan harga produk," tandas Sekretaris Jenderal Perprindo Andy Arif Widjaja, Selasa (18/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi