Industri farmasi masih berharap dari program BPJS Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Segmen pasar obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap menjadi perhatian besar pelaku industri farmasi dalam negeri. Sebab potensi dari konsumsi obat di unit layanan kesehatan diperkirakan terus tumbuh. Apalagi seiring dengan bertambahnya jumlah peserta program tersebut. Menurut Ganti Winarno, Sekretaris Perusahaan PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF), tahun 2019 merupakan peluang yang besar untuk segmen ini bertumbuh. "Mengingat mulai tahun 2019 seluruh masyarakat Indonesia sudah harus terdaftar dalam BPJS Kesehatan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (25/12). Mengenai target, manajemen belum dapat menyampaikannya secara spesifik. Yang jelas untuk berkompetisi di tender e-catalogue tersebut, KAEF harus terus berinovasi terhadap produknya. "Kami akan meluncurkan beberapa varian produk baru di tahun 2019 untuk menambah muatan produk perusahaan," terang Ganti. Sekadar informasi, penjualan obat generik menyumbang sekitar 19,38% dari total revenue sampai kuartal tiga tahun ini. Jumlah tersebut senilai Rp 1,16 triliun, atau bertumbuh 33% year on year (yoy) dibandingkan tahun lalu yang tercatat Rp 871 miliar. Untuk penjualan pihak berelasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencapai Rp 68 miliar, naik 58% yoy dibandingkan 2017 yang hanya Rp 42 miliar. Adapun bagi produsen obat seperti PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) kondisi dimana terjadinya kenaikan harga produk obat BPJS sedikit banyak mempengaruhi kenaikan harga produk dipasaran. Mengenai proyeksi 2019, kondisinya menurut Steven masih sama dengan tahun ini terutama terkait tender obat BPJS. "Pasar sudah terimbas harga BPJS dan persaingan super ketat untuk ikut tender tersebut," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (25/12). Hanya saja bagaimana target perseroan terhadap segmen obat JKN ini, manajemen belum dapat memberikan detilnya. Hanya saja jika melihat penjualan produk PYFA rata-rata mengalami kenaikan di kuartal tiga tahun 2018 ini. Produk farmasi berkontribusi 96% dari total revenue alias Rp 178 miliar di triwulan ketiga tahun ini, jumlah tersebut bertumbuh 9,8% yoy. Sedangkan segmen alat kesehatan mampu meningkat 26%, dari Rp 5,2 miliar di kuartal tiga tahun 2017 kemarin menjadi Rp 6,6 miliar di kuartal yang sama tahun ini. Sementara itu, pasar BPJS ini juga mengalami hambatan berupa terjadinya keterlambatan pembayaran. Industri farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mengakui memang ada pembayaran piutang dari rumah sakit yang sebagian tertunda. Namun hal tersebut tak membuat perseroan mengurangi suplai program JKN itu. "Tetapi suplai obat JKN terus ada karena kebutuhan kesehatan ya," kata Vidjongtius, Direktur Utama PT KLBF. Perusahaan berencana menerapkan peningkatan strategi pemasaran obat resep untuk suplai ke JKN. Kurang lebih porsinya mencapai 15% dari pasar obat resep KLBF. Mengulik laporan keuangan KLBF kuartal tiga 2018, pendapatan bersih yang berasal dari obat resep domestik mencapai Rp 3,36 triliun. Jumlah tersebut naik 3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang tercatat Rp 3,26 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Azis Husaini