JAKARTA. Pebisnis farmasi yang tergabung dalam International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) memperkirakan tahun ini bisnis tumbuh lebih kecil di kisaran 7%-8% dibandingkan dengan pencapaian 2015. Penopang utama pertumbuhan bisnis farmasi masih sama yakni penjualan obat untuk program jaminan kesehatan nasional (JKN) pemerintah. Lutfi Mardiansyah, Ketua Umum IPMG menyebut pertumbuhan yang mini ini cukup mengkhwatirkan. Sebab tanpa program JKN, bisnis obat bisa tumbuh sekitar 13%. Mengutip data IMS Health, pertumbuhan industri farmasi Indonesia pada kuartal III-2015 hanya 7,9%. Pertumbuhan ini lebih tinggi ketimbang 2014 yakni sebesar 7,2%.
Sementara, pertumbuhan industri farmasi pernah mencapai angka tinggi di kuartal III-2012 dan 2013 yakni rerata 13%. Padahal saat itu program JKN belum berjalan. Karena pertumbuhan melambat, Lutfi bilang ada beberapa perusahaan yang melakukan pemutusan lapangan kerja (PHK). Namun sayang, Lutfi tak memberikan perincian siapa anggota IPMG yang melakukan PHK tersebut. Ia cuma bilang, perusahaan melakukan PHK karena salah perencanaan. Sebagai catatan, saat ini seluruh anggota IPMG yang berjumlah 24 perusahaan. Semua sudah menjadi pemasok obat untuk program JKN. Meskipun penjualan produk farmasi untuk program JKN menjadi penggerak utama bisnis industri farmasi, hingga kini pebisnis belum punya angka pasti. Lutfi menyubut, Kementerian Kesehatan pun tidak pernah mengeluarkan angka resmi soal obat ini. Hanya saja dalam perkiraan Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) total bisnis obat untuk BPJS ini porsinya bisa mencapai 60% dari total omzet farmasi di dalam negeri yang tahun lalu mencapai kisaran Rp 60 triliun. Artinya omzet bisnis obat ke BPJS bisa mencapai Rp 36 triliun. Masih ada ekspansi Meski IPMG memaparkan angka pesimistis, Badan Pusat Statistik membeberkan fakta yang berbeda. BPS, mencatat kuartal III-2015, industri farmasi dan produk obat kimia serta obat tradisional justru tumbuh dobel digit, yakni naik 15,31% dibandingkan dengan periode yang sama 2014. Di sisi lain IPMG mengakui ada beberapa anggotanya yang masih tetap melakukan ekspansi bisnis di Indonesia. Parulian Simanjuntak, Direktur Eksekutif IPMG menyebut nilai ekspansi dari perusahaan anggota IPMG diperkirakan mencapai Rp 2,9 triliun.
Salah satu anggota IPMG yang tetap berinvestasi adalah PT Bayer Indonesia. Perusahaan asal Jerman ini menambah mesin baru dari Italia dengan investasi € 5 juta. Mesin itu mereka gunakan untuk pabrik di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Mesin tersebut diperkirakan bisa aktif pada kuartal II-2017 mendatang. Jika pabrik tersebut produksi, maka kapasitas produksi Bayer Indonesia bertambah 15 juta
pack dalam setahun. Adapun total produksi Bayer saat ini tercatat 32 juta
pack. Perusahaan ini menargetkan, dalam 3 tahun ke depan akan ekspansi ke-58 negara. Sebagai gambaran, sepanjang tahun ini, Bayern merealisasikan ekspansi di 26 negara. "Bayer mengekspor 73% hasil produksi pabrik di Indonesia," kata Ashraf Al-Ouf,
President Director PT Bayer Indonesia yang juga Wakil Ketua IPMG. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia