Industri farmasi sulit menerapkan CPOTB



JAKARTA. Industri farmasi mengaku kesulitan memenuhi aturan standar pabrik produksi obat seperti yang tertuang dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB) 2011. Aturan ini sudah mengikuti Pharmaceutical Inspection Cooperation Secheme (PIC/S) yang dipakai perusahaan farmasi Eropa.

Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Indonesia, Darodjatun Sanusi, perusahaan farmasi harus keluar dana minimal Rp 100 miliar untuk membangun pabrik di luar tanah agar bisa memenuhi syarat yang ditentukan CPBTB 2011. "Kalau upgrading fasilitas produksi kebutuhan dana bisa lebih sedikit," katanya, Kamis (23/2).

Aturan CPOTB sendiri bertujuan untuk menjaga kualitas produksi obat. Selain itu penerapan CPOTB ini juga menjadi syarat ekspor.


Namun pengusaha menilai syarat di dalam CPOTB itu terlalu berat. Misalnya, soal ketentuan suhu ruangan yang tidak sekadar menggunakan air conditioner (AC) melainkan harus ada ketentuan lain yang lebih rumit pelaksanaannya. Sebut saja, misalnya, ruangan harus bebas kuman.

Kalau aturan ini diterapkan, Darodjatun khawatir, dari sekitar 220 perusahaan farmasi, 30 di antaranya merupakan perusahaan asing, yang tergabung dalam GP Farmasi, sebanyak 50% -nya bakal gulung tikar. Mayoritas yang akan bangkrut adalah perusahaan farmasi kelas menengah.

Di negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura, pabrik farmasi gulung tikar itu sudah terjadi setelah gagal menerapkan aturan ini.

Johannes Setijono, Presiden Komisaris PT Kalbe Farma Tbk, mengatakan, PIC/S sebenarnya sudah lama diterapkan namun pelaksanaannya berlangsung secara bertahap. Kesulitan terbesar, menurutnya, bukan pada besarnya nilai investasi, tapi pada penyiapan sistem operasi dan sumber daya manusia. "Ini dia yang paling sulit," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: