KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Industri ganja legal di Amerika Serikat tumbuh cepat dalam dua dekade terakhir, mengikuti gelombang pelonggaran aturan. Gerai ganja atau dispensari bermunculan di pusat kota hingga pinggiran, menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan menghasilkan pendapatan puluhan miliar dolar AS per tahun. Kini industri ganja masih hidup dalam paradoks, meski legal di banyak negara bagian dan diterima konsumen, bisnis ini tetap terpinggirkan dari sistem keuangan formal. DI balik etalase kaca berbagai gerai ganja di Amerika Serikat, mesin gesek kartu debit dan kredit hanyalah pajangan mati. Transaksi elektronik masih menjadi tabu yang kaku di negeri kebebasan ini. Bukan lantaran teknologi yang tertinggal, tapi raksasa perbankan AS enggan mengotori tangan dengan transaksi produk yang dianggap terlarang di sejumlah negara termasuk Indonesia. Sejak 1970, lewat Undang-Undang Zat Terkendali, produk ganja dipenjara di AS dalam kategori Schedule I atau disejajarkan dengan heroin dan narkotika LSD (Lysergic Acid Diethylamide) sebagai barang haram tanpa faedah medis. Akibatnya fatal: setiap dolar yang dihasilkan industri ini dicap sebagai residu tindak pidana.
Industri Ganja AS Akhiri Pengasingan Sektor Finansial
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Industri ganja legal di Amerika Serikat tumbuh cepat dalam dua dekade terakhir, mengikuti gelombang pelonggaran aturan. Gerai ganja atau dispensari bermunculan di pusat kota hingga pinggiran, menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan menghasilkan pendapatan puluhan miliar dolar AS per tahun. Kini industri ganja masih hidup dalam paradoks, meski legal di banyak negara bagian dan diterima konsumen, bisnis ini tetap terpinggirkan dari sistem keuangan formal. DI balik etalase kaca berbagai gerai ganja di Amerika Serikat, mesin gesek kartu debit dan kredit hanyalah pajangan mati. Transaksi elektronik masih menjadi tabu yang kaku di negeri kebebasan ini. Bukan lantaran teknologi yang tertinggal, tapi raksasa perbankan AS enggan mengotori tangan dengan transaksi produk yang dianggap terlarang di sejumlah negara termasuk Indonesia. Sejak 1970, lewat Undang-Undang Zat Terkendali, produk ganja dipenjara di AS dalam kategori Schedule I atau disejajarkan dengan heroin dan narkotika LSD (Lysergic Acid Diethylamide) sebagai barang haram tanpa faedah medis. Akibatnya fatal: setiap dolar yang dihasilkan industri ini dicap sebagai residu tindak pidana.