KONTAN.CO.ID - MEDAN. Industri hilir atau pengolahan sejauh ini terus mengejar ketinggalan dibanding negara tetangga. Kasubdit Industri Hasil Perkebunan Non Pangan Kementerian Perindustrian Lila Harsah Bachtiar, menyebut, hingga tahun 2015 pertumbuhan industri hilir sudah mencapai 154 jenis. Sayangnya hingga 2018 ia masih belum memastikan jumlah industri hilir yang ada, namun ini diyakini pasti bertambah.
“Pada tahun 2010 kita punya 54 jenis industri hilir, 2015 kita punya 154 jenis produk hilir sedangkan Malaysia ada 200. Yang penting kita sudah mengejar ketertinggalan,” kata Lila saat ditemui di Grand Dhika Dr Mansyur Medan, Senin (8/10). Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, dalam industri hilir terdapat tiga sektor antara lain RFM (Refine, Fraksionasi dan Modifikasi), oleochemical, dan biodiesel yang semuanya sudah dikembangkan. “Sudah jalan, kelompok RFM itu seperti margarin, minyak goreng, sortening, speciality fat. Untuk oleochemical ada fetty acid dan fetty alcohol,” ungkap Sahat. Sahat menyebutkan bahwa jumlah industri hilir sangatlah banyak, misalkan saja Biodiesel yang memiliki kapasitas produksi hampir 12 juta kilo liter per tahun atau untuk tahun 2018 diprediksi jumlah produksi mencapai 4,2 juta ton. “Industri hilir itu banyak, untuk biodiesel paling nanti PSO dan non PSO di 2019 itu kira-kira 5,6 juta ton, jadi masih dibawah kapasitas. Sedangkan di tahun 2018 ini diprediksi 4,2 juta ton,” ujar Sahat. Lebih lanjut dikatakan bahwa industri hulu dan hilir rata-rata menyumbang pajak 23% dari total pajak nasional dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 12,8 triliun untuk sawit. Oleh sebab itu, perlu dibangun kemandirian di sektor hilir dimana produk hilir lebih diminati pasar, ini berdasarkan prediksi penurunan ekspor Crude Palm Oil (CPO) di tahun 2018 ini. “Ke depannya perlu memelihara hubungan yang baik dengan konsumen. Ekspor CPO Tahun 2017 adalah 8,2 juta ton, pada 2018 diprediksi 6,8 juta ton. Karena apa? orang di luar negeri itu lebih suka produk hilir,” ungkap Sahat. Demand yang berasal dari produk hilir ini kemudian diharapkan dapat mendorong kemandirian dalam hilirisasi seperti pangan, oil chemical dan perluasan biodiesel.
“Hilirisasi perlu didorong untuk mendukung produk sawit yang memiliki
market besar,” tegasnya. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Edy Sutopo menjelaskan hingga akhir tahun ini ada beberapa industri hilir yang akan diresmikan. Beberapa industri hilir tersebut antara lain hilir sawit, hilir kayu dan hilir selulosa. “Yang jelas di Riau (Kerinci) ada kertas. Yang di Sumatera Selatan, di PT. OKI. kertas tisu dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun. Oil chemical di Dumai, Wilmar yang di Gresik,” ungkap Edy. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto