Industri hulu migas Indonesia masih menantang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Petroleum Association (IPA) baru saja menggelar Rapat Umum Tahunan IPA. Dalam rapat umum tersebut, IPA memberikan catatan penting terkait kondisi industri hulu migas sepanjang tahun 2017.

Salah satunya adalah kondisi industri minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia sepanjang tahun 2017 masih cukup menantang bagi perusahaan-perusahaan migas. Ditambah lagi dengan pergerakan harga minyak yang mulai sedikit meningkat tapi masih dianggap cukup rendah terutama jika dibandingkan dalam tiga tahun terakhir. Hingga akhir tahun, IPA pun memproyeksi pergerakan harga minyak pun tidak akan banyak mengalami perubahan. Maka tidak heran jika kegiatan operasional dan investasi migas terus berubah. "Dalam skala global, perusahaan-perusahaan migas juga terus melakukan perubahan pada kegiatan operasional mereka dan rencana investasi," kata Presiden IPA 2017, Christina Verchere dalam Rapat Umum Tahunan IPA, Rabu (6/12).

Dampaknya sudah terlihat dari kegiatan eksplorasi di Indonesia yang dapat dikatakan mengalami penurunan secara drastis dengan minimnya peminat yang berpartisipasi pada lelang wilayah kerja (WK) yang ditawarkan pemerintah. "Namun kami harus menunggu hasil lelang WK yang sudah diperpanjang hingga 31 Desember 2017," ujar Christina. Selain itu, IPA juga menyoroti soal implementasi Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Berdasarkan dokumen RUEN yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 201, ada dua kegiatan yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang, yaitu eksplorasi dan Enhanced Oil Recovery (EOR). IPA pun berharap Pemerintah Indonesia dapat membuat peraturan yang mampu menarik investasi hulu migas masuk ke dalam negeri.


Dari sisi regulasi, IPA mencatat pada awal tahun 2017, pemerintah melalui Kementerian ESDM juga telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Peraturan ini bertujuan untuk menghapus pola cost recovery pada Kontrak Bagi Hasil antara Pemerintah dan KKKS.

Namun setelah melalui sejumlah diskusi yang melibatkan IPA dan para pemangku kepentingan lainnya, pemerintah pun memperbaiki ketentuan-ketentuan di dalam Permen 9/2017 dengan menerbitkan Permen 52/2017. IPA mencatat ada dua hal signifikan yang berubah seperti terdapat dalam Permen 52/2017, yaitu besaran progresif dan variable split, dan dibukanya batasan insentif yang dapat diberikan Menteri untuk menjaga tingkat keekonomian suatu wilayah kerja.

Pencapaian lain yang dinilai IPA cukup baik pada tahun 2017 adalah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 yang merupakan perubahan dari PP No 79/2010. Bila dibandingkan dengan PP 79/2010, aturan baru ini memang memberikan beberapa perbaikan khusus untuk kontrak setelah 2010. Tetapi perbaikan tersebut tidak semenarik dengan prinsip Assume and Discharge seperti yang diterapkan pada kontrak-kontrak sebelum 2010.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini