JAKARTA. Masalah yang dihadapi industri jamu adalah soal peningkatan mutu dan standar kualitas dari jamu. “Masalahnya adalah mutu dan standarnya, jika itu dilakukan, maka pemasaran bisa maksimal,” jelas Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, Kementerian Perdagangan, Alberth Yusuf Tobogu. Namun soal peningkatan mutu dan standar itu, menurut Charles Saerang, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu), sulit dilakukan oleh industri jamu dalam negeri. Pasalnya, standar mutu tersebut banyak menggunakan teknologi yang membutuhkan investasi besar. “Dari 1.400- an perusahaan jamu hanya 123 perusahaan saja yang berskala besar,” jelasnya. Menurut Charles, untuk menaikkan standar jamu harus digunakan mesin-mesin, sehingga kegiatan pabrik didominasi tenaga mesin. Dan, jika langkah ini diambil, pekerja pabrik jamu yang jumlahnya banyak akan tergusur.Itulah sebabnya omzet ekspor jamu Indonesia masih lebih kecil dari penjualan di dalam negeri. Misalnya, tahun lalu, nilai ekspor jamu baru mencapai sekitar Rp 2 triliun saja. Untuk ekspor tahun ini, GP Jamu tidak mematok target kenaikan. Alasannya karena promosi di luar negeri masihsangat minim. "Tidak ada target dari Indonesian Trade and Promotion Center (ITPC) untuk memasarkan jamu ke luar negeri," kata charles.Sementara itu, Charles khawatir melihat ulah para pengusaha jamu asing yang mengambil bahan baku terbaik dari Indonesia. Bahan baku tersebut kemudian diekspor dan di olah di negaranya seperti di China dan Korea Selatan. “Setelah menjadi produk jadi mereka mengimpor lagi ke pasar Indonesia,” jelas Charles.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Industri Jamu Harus Tingkatkan Mutu dan Standar Kualitas Jamu
JAKARTA. Masalah yang dihadapi industri jamu adalah soal peningkatan mutu dan standar kualitas dari jamu. “Masalahnya adalah mutu dan standarnya, jika itu dilakukan, maka pemasaran bisa maksimal,” jelas Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, Kementerian Perdagangan, Alberth Yusuf Tobogu. Namun soal peningkatan mutu dan standar itu, menurut Charles Saerang, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu), sulit dilakukan oleh industri jamu dalam negeri. Pasalnya, standar mutu tersebut banyak menggunakan teknologi yang membutuhkan investasi besar. “Dari 1.400- an perusahaan jamu hanya 123 perusahaan saja yang berskala besar,” jelasnya. Menurut Charles, untuk menaikkan standar jamu harus digunakan mesin-mesin, sehingga kegiatan pabrik didominasi tenaga mesin. Dan, jika langkah ini diambil, pekerja pabrik jamu yang jumlahnya banyak akan tergusur.Itulah sebabnya omzet ekspor jamu Indonesia masih lebih kecil dari penjualan di dalam negeri. Misalnya, tahun lalu, nilai ekspor jamu baru mencapai sekitar Rp 2 triliun saja. Untuk ekspor tahun ini, GP Jamu tidak mematok target kenaikan. Alasannya karena promosi di luar negeri masihsangat minim. "Tidak ada target dari Indonesian Trade and Promotion Center (ITPC) untuk memasarkan jamu ke luar negeri," kata charles.Sementara itu, Charles khawatir melihat ulah para pengusaha jamu asing yang mengambil bahan baku terbaik dari Indonesia. Bahan baku tersebut kemudian diekspor dan di olah di negaranya seperti di China dan Korea Selatan. “Setelah menjadi produk jadi mereka mengimpor lagi ke pasar Indonesia,” jelas Charles.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News