JAKARTA. Ketua Umum Dewan Karet Indonesia Azis Pane menyampaikan industri karet dan ban saat ini relatif aman dari pemutusan hubungan kerja (PHK). Meski begitu, menurut Azis, PHK sudah menjadi dinamika perusahaan yang apabila kondisi ekonomi memburuk, bukan tidak mungkin bisa terjadi. "Tapi misal ada PHK juga di industri ban dan karet, kita tidak akan merumahkan sembarangan orang," kata Azis dalam sebuah dialog
on air, Rabu malam (17/2).
Karyawan yang mula-mula dirumahkan misalnya kata Azis adalah tenaga kontrak misalnya petugas kebersihan, dan
driver. Selain itu, cara berikutnya adalah efiensi dengan pengurangan jam kerja. "Yang tadinya tiga shift kita kurangi menjadi 2
shift atau 1,5
shift. Tapi kalau situasinya memburuk, langkah PHK akan dilakukan," kata dia. Ketua Komite Tetap Standarisasi dan Mutu Produk Kadin Indonesia itu mengatakan, kondisi industri karet dan ban saat ini sama sebagaimana industri lain.
Rebalancing ekonomi China, pemulihan Amerika Serikat masih menjadi faktor penting pertumbuhan industri. Namun, berkaca dari pertumbuhan ekonomi tahun lalu, Azis mengatakan sebenarnya ekonomi Indonesia tumbuh namun semu. Indikatornya, penyerapan tenaga kerja tidak maksimal. Alih-alih terjadi penyerapan tenaga kerja, yang ada malah PHK di berbagai tempat. Padahal, kata Azis seharusnya tiap pertumbuhan ekonomi 1%, tenaga kerja yang diserap bisa mencapai 240.000-400.000 orang. "Harusnya kalau 4%, penyerapan tenaga kerjanya 1,6 juta. Tapi itu tidak terjadi. Artinya pertumbuhan ekonomi itu semu," ucap Azis.
Selain itu dia juga mengingatkan pemerintah agar lebih berhati-hati dalam meneken perjanjian baik bilateral maupun multilateral berikutnya. Sebab, menurut Azis, yang paling memukul pelaku industri saat ini adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Harusnya yang terhormat pemimpin negara sadar, kalau membuat perjanjian harus ingat Indonesia ini negara besar dengan 250 juta penduduk. Jangan katakan kita yang akan menang. Kalau kita kalah daya saing, pasar kita yang akan dihabisi," pungkas Azis. (Estu Suryowati) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia