Industri kawat menunggu safeguard



JAKARTA. Industri kawat bindrat di dalam negeri gelisah melihat kenyataan bahwa produk mereka kalah bersaing menghadapi produk impor. Rasa gelisah kian meningkat tatkala pemerintah tak kunjung menerapkan perlindungan (safeguard) terhadap produk dalam negeri. Padahal, kalangan industri telah menyampaikan usulan safeguard kepada pemerintah sejak Januari tahun lalu.

Ario N. Setiantoro, Ketua Kluster Paku dan Kawat Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), bilang, industri kawat bindrat dalam negeri terus menanti keputusan safeguard berupa pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). "Sudah menjelang tahun kedua, tapi safeguard itu tak kunjung diterapkan," ungkap Ario di Jakarta, Kamis (10/3).

Usulan safeguard kawat bindrat telah disampaikan oleh IISIA kepada Komite Pengaman Perdagangan Indonesia (KPPI). Beberapa produsen turut mengusulkan. Yakni PT New Simomulyo, PT Bumisaka Steelindo, PT Roda Mas Baja Intan, PT Brataja Welindo Utama, PT Surabaya Wire, PT Bintang Baru Prima, PT Argamas Bajatama, PT Wira Mustika, PT Gihon, dan PT Otto Indura Supra.


Para pengusul safeguard tersebut mengaku telah merugi akibat impor kawat bindrat terus meningkat selama 2006-2008. Total, impor kawat bindrat itu naik hingga 531,4%, dengan rata-rata pertumbuhan 151% per tahun. Sementara di tahun yang sama, produksi industri dalam negeri makin menciut.Dalam ketentuan organisasi perdagangan dunia (WTO), pemerintah bisa menerapkan safeguard jika impor melonjak dan produksi dalam negeri merosot.

Kenyataannya, kini, pasar domestik dikuasai produk impor. Sebab, harga produk impor lebih murah. Ario mengungkapkan, kawat impor dijual Rp 5.000 per kilogram (kg). Sementara, industri dalam negeri menjual di atas Rp 10.000 per kg karena harga bahan baku naik. Kini, bahan baku wire rod mencapai Rp 9.000 per kg. "Harga ini yang bikin kami tak bisa bersaing," ungkap Ario.

Karena tak kunjung ada kepastian soal safeguard, produsen kawat bindrat tak bisa melakukan ekspansi usaha. Bahkan, ada produsen kawat yang melapor telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). "Sudah ada laporan PHK, tapi kami masih mengumpulkan data-data itu," ujar Ario.Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan bilang, Kementerian Perindustrian sudah melakukan kajian BMTP kawat bindrat itu.

Menurutnya, bahkan, hasil kajian itu sudah diserahkan kepada KPPI. Tugas KPPI sendiri, menurut Putu, hanya melakukan penyelidikan, karena keputusan pengenaan BMTP itu ada di tangan Kementerian Keuangan. "Kami mendukung penuh safeguard kawat bindrat itu dan kami harap secepat mungkin diberlakukan," ungkap Putu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini