Industri keberatan tarif listrik nonsubsidi naik



JAKARTA. Langkah PT PLN (Persero) menaikkan lagi tarif listrik bagi pelanggan komersial atau nonsubsidi pada Juni 2015 dikeluhkan para kalangan pengusaha. Selain akan mengerek harga, dampak dari kenaikan harga tersebut adalah tutupnya industri di dalam negeri.

Seperti diketahui, tarif listrik nonsubsidi untuk lima golongan pelanggan pada Juni 2015 ini ditetapkan Rp 1.524,24/kWh atau naik Rp 9,43 atau 0,62% dibandingkan Mei 2015 Rp 1.514,81 per kWh.

Sekjen Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid mengatakan, sangat sulit bagi kalang industri untuk menerima kenaikan tarif tersebut. "Pokoknya kami melihat sangat sulit untuk dunia usaha terutama retail yang salah satu komponen utamanya dari listrik," kata Satria, Selasa (2/6).


Di industri retail sendiri, listrik memberikan share terhadap biaya operasional sebesar 40%. Sehingga, dengan kenaikan tarif listrik tersebut secara otomatis akan mengerek harga jual produk meski secara bertahap.

Satria sendiri menghitung dampak dari kenaikan tarif listrik tersebut dapat mengerek harga produk hingga 10%. Oleh sebab itu, pihaknya berharap agar pemerintah mengkaji ulang terhadap kenaikan tarif listrik tersebut.

Senada dengan Satria, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, dengan kenaikan tarif listrik tersebut menunjukkan bila pemerintah tidak pro terhadap pengusaha dalam negeri.

Bahkan, Ade bilang industri tekstil akan bangkrut alias gulung tikar bila persoalan listrik ini terus terjadi. Sekadar catatan, andil penggunaan listrik terhadap biaya produksi di industri tekstil tersebut mencapai lebih kurang 20%.

Pemerintah juga dinilai tidak peka terhadap industri tekstil domestik. Padahal saat ini, industri tekstil dalam negeri tengah menghadapi gempuran produk luar negeri. "Harga naik sudah tidak bisa, karena tidak laku," kata Ade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto