KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri kelapa ikut terimbas tarif baru pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang akan diterapkan 1 Januari 2025. Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki) menyebut, keadaan ini semakin menyulitkan industri kelapa. Ketua Bidang Industri Aneka Produk Kelapa Hipki, Dippos Naloanro mengungkapkan saat ini industri kelapa dalam negeri sedang dilanda gejolak produksi, seperti penurunan produksi kelapa dan juga banyaknya ekspor kelapa bulat.
“Keadaan seperti ini jika semua kena PPN 12%, maka akan memperberat kita lagi ke depannya,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (18/12).
Baca Juga: Mendag Ungkap Alasan Minyakita Hingga Gula Industri Tak Kena PPN 12% Dippos menambahkan, saat ini Indonesia menjadi satu-satunya negara penghasil kelapa di dunia yang masih membiarkan ekspor kelapa bulat tanpa kebijakan. “Dan ekspor kelapa kita ini rata-rata diekspor ke Vietnam, Thailand, Malaysia, dan yang paling besar adalah ke China. Jadi kondisi ini memperburuk situasi saat ini,” tuturnya. Dia mencatat, dari 16 anggota Hipki terdapat 8 industri dominan yang terdampak dari gejolak produksi kelapa. Kondisi tersebut berdampak kerugian untuk negara sebesar Rp 4,3 triliun per-tahun karena penurunan produksi. “Dan sebagai tambahan 75% produk kita itu adalah ekspor. Jadi ini kerugian devisa negara dan kondisi ini akan semakin parah karena beberapa industri sudah tutup,” ungkapnya. Hipki mengkhawatirkan jika tiga bulan ke depan tidak ada kebijakan dari pemerintah maka keadaan bisa lebih parah, “nah ini juga kita agak menyayangkan karena pemerintah belum melakukan tindakan yang real,” katanya.
Baca Juga: Daftar Barang Kena PPN 12% Mulai 2025, Konsumsi Rumah Tangga Akan Tertekan Hipki menekankan pemerintah untuk melakukan tindakan penyelamatan agar industri kelapa dapat tetap berjalan.
“Apakah moratorium ekspor buah kelapa untuk 6 bulan ke depan, apakah pembatasan ekspor. Apakah kuota ekspor, atau juga beberapa alternatif untuk melihat bagaimana subsidi bahan baku yang bisa diberikan ke industri-industri tertentu sehingga mereka masih bisa bertahan,” pungkas Dippos.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat