Industri kemasan bersiap hadapi ekonomi digital



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era distrupsi menjalar ke berbagai sektor industri, tak terkecuali industri kemasan yang mulai adaptif terhadap perkembangan zaman. Pasalnya, perubahan zaman serta teknologi membuat tekanan pada perusahaan-perusahaan percetakan offset.

Ahmad Mughira Nurhani, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) menyebut saat ini pelaku usaha di sektor percetakan offset mengalami penurunan. Hal ini merupakan imbas dari era digital yang membuat anggotanya sulit bersaing.

Baca Juga: Pameran All Pack & All Print bidik transaksi Rp 500 miliar


"Saat ini banyak juga anggota kami punya mesin cetak dan mesin cetak digital istilahnya hybrid jadi kami sudah menyikapi pasar yang memang telah berubah," ujarnya di Jakarta, Senin (28/10)

Padahal menurutnya, Indonesia sangat terkenal di kawasan karena memiliki industri kertas yang terbesar di dunia. Sayangnya, cetak offset justru menurun digantikan perannya oleh digital yang kian hari kian menjamur.

Namun dengan adaptasi dan permintaan yang ada, pada semester I tahun ini industri percetakan masih bisa bertumbuh dikisaran 10%. Salah satu pendorongnya berasal dari momen pemilihan umum, tahun ajaran baru dan perkembangan industri rumah tangga.

Baca Juga: Bidik dana segar US$ 1 miliar, bisnis kemasan SCG Thailand berencana IPO

Ariana Susanti, Business Development Indonesia Packaging Federation (IPF) menambahkan perusahaan percetakan harus bergerak cepat untuk bertumbuh. Salah satunya dengan mengikuti pola perkembangan yang ada khususnya perkembangan industri yang didominasi anak muda.

"Harus lihat pola lifestyle, anggota kami misalnya yang sudah terapin industri 4.0 itu salah satunya di tekstil. Memang kita harus manfaatkan AI dan robotik untuk varian-varian yang terus berkembang dari waktu ke waktu," tambahnya.

Yang jelas, dirinya optimistis dengan semakin berkembangnya teknologi maka industri percetakan dan pengemasan bisa memanfaatkan momentum. Sebagai catatan, industri pengemasan pada tahun lalu valuasinya hampir mencapai Rp 100 triliun dengan pertumbuhan rata-rata 6% hingga 8%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto