Industri keramik berharap harga gas bisa turun



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 tahun 2016 tentang Harga gas untuk Industri Tertentu. Pemerintah resmi menurunkan harga gas untuk tiga industri, yakni petrokimia, pupuk, dan industri baja.

Namun, bila menilik Peraturan Presiden No. 40/ 2016 tentang Penetapan Harga gas Bumi yang diteken pada Mei 2016, seharusnya ada tujuh industri yang diamanatkan untuk diturunkan harga gasnya. Artinya, kenyataannya, sampai akhir tahun ini, belum seluruh industri yang diamanatkan bisa menikmati penurunan harga gas itu.

Industri keramik salah satu dari empat industri yang belum diturunkan harga gasnya. Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga, mengatakan, saat ini harga gas industri keramik di tiap daerah berbeda. Sebagai perbandingan, di Jawa Barat harga gas sebesar US$ 9,17 per mmbtu dan di Jawa Timur sebesar US$ 8,06 per mmbtu. Bahkan di Sumatera Utara sebesar US$ 12,4 per mmbtu.


"Harga gas tersebut harusnya bisa US$ 5 per mmbtu tapi dapat US$ 7 per mmbtu sebenarnya tidak masalah asal benar turun," kata Elisa saat dihubungi KONTAN Rabu (6/12)

Menurut Elisa selain harga gas yang turun sebaiknya tiap daerah memiliki harga yang sama. Hal tersebut agar kompetisi usaha perusahaan bisa setara. Catatan saja energi gas merupakan mencakup 35% biaya produksi industri keramik. Alhasil biaya itu berimplikasi dengan utilisasi produksi.

Sekadar informasi, utilisasi produksi keramik di Indonesia hanya sebesar 60% dari total kapasitas terpasang. Rendahnya utilisasi tersebut karena pelaku industri tidak mampu menambah utilisasi dengan harga gas saat ini. "Tahun depan bila harga sama maka utilisasi ada kemungkinan turun, tapi kami harapkan tidak terjadi," kata Elisa.

Sedangkan bila harga gas bisa turun maka utilsasi bisa naik jadi 85%. Pegawai yang saat ini banyak dirumahkan dapat bisa kembali diperkerjakan. "Pemerintah harusnya serius memerhatikan energi ini agar bisa stimulus pertumbuhan ekonomi kita," kata Elisa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini