Industri keramik di Jawa Timur mengeluhkan harga gas masih mahal



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menilai insentif harga gas untuk sektor industri tertentu senilai US$ 6 MMBTU menjadi katalis positif bagi kinerja industri keramik Tanah Air.

Namun sayang sekali, sudah setahun dilaksanakan ternyata penyalurannya masih belum merata. Buktinya saja, industri keramik di Jawa Timur belum mendapatkan insentif gas ini.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengatakan, Purchasing Managers' Index (PMI) pada Mei 2021 mencatatkan peningkatan ke level 55,3 selaras dengan Kinerja Industri Keramik Nasional.


Tercermin dari tingkat utilisasi industri keramik yang terus tumbuh. Pada kuartal I 2021, tingkat utilisasi industri keramik telah mencapai level 75% atau tertinggi sejak tahun 2015. Edy menegaskan, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan stimulus Harga Gas US$ 6/MMBTU untuk industri keramik berjalan efektif dan dilaksanakan pada waktu yang tepat.

Baca Juga: Sejumlah sektor industri manufaktur masih impor bahan baku, level TKDN beragam

Menurut Edy, industri keramik lebih cepat pulih dan bangkit di tengah pandemi ini. Selain stimulus harga gas, juga tidak lepas dari peran pemerintah lewat PEN, Dana Desa dan percepatan penyerapan anggaran belanja nasional dan daerah.

"Oleh karenanya, tren peningkatan utilitas bisa terjaga karena adanya pemulihan daya beli atau tarikan pasar. Bahkan kabar yg menggembirakan di Juni 2021 tingkat utilisasi produksi nasional sudah berkisar 78%," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (27/6).

Dengan prospek industri keramik yang semakin cerah, Asaki melihat peluang bisnis yang semakin terbuka lebar di industri keramik dalam negeri maupun luar negeri.

Edy mengungkapkan, setelah penurunan harga gas industri menjadi US$ 6/MMBTU pelaku usaha menjadi lebih agresif membidik pasar luar negeri. Begitu pula dengan pasar domestik yang menurutnya memiliki prospek bisnis yang besar.

Baca Juga: Catatkan TKDN yang beragam, sejumlah sektor industri masih harus impor bahan baku

Editor: Noverius Laoli