KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Aneka Keramik Indonesia (Asaki) percaya diri bahwa pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) akan membuat utilisasi kapasitas produksi keramik nasional kembali pulih. Ketua Umum Asaki Edy Suyanto menyebut, pabrik-pabrik yang memproduksi keramik jenis Homogeneus Tiles (HT) selama ini berhadapan langsung engan produk impor dari China yang membanjiri pasar domestik. Utilisasi pabrik keramik tersebut anjlok hingga di bawah 40% seiring dampak kerugian dari praktik dumping oleh China. Lantas, Asaki optimistis dengan segera diberlakukannya BMAD maka utilisasi produksi keramik nasional dapat kembali ke level 80% pada sisa tahun 2024 dan 90% pada tahun depan.
Peluang masuknya investasi baru yang disertai penyerapan tenaga kerja sangat terbuka. Dalam hal ini, beberapa pelaku usaha yang tadinya hanya berstatus importir kini telah memulai investasi pembangunan pabrik keramik jenis HT di Indonesia. Diharapkan pabrik tersebut selesai pada 2025 mendatang. “Mereka sebenarnya hanya
wait and see menunggu hasil penyelidikan KADI (Komite Anti Dumping Indonesia). Jika nilai BMAD di atas 100%, maka pilihannya adalah segera merampungkan pembangunan pabriknya,” ungkap dia, Senin (8/7). Baca Juga:
Impor Keramik China Akan Dikenakan BMAD, Asaki Berharap Industri Lokal Menggeliat Selain para importir atau trader yang beralih menjadi produsen, terdapat pula investasi baru dari anggota-anggota Asaki yang diproyeksikan akan selesai pada semester II-2025. Terlepas dari adanya ekspansi kapasitas tersebut, Asaki turut yakin seluruh kebutuhan keramik masyarakat, termasuk untuk proyek IKN Nusantara dapat terpenuh dengan baik. Sebab, industri keramik nasional memiliki kapasitas terpasang yang besar yakni 625 juta meter persegi, yang mana saat ini hanya berjalan dengan utilisasi di bawah 65%. “Anggota Asaki dapat memenuhi kebutuhan keramik baik secara volume maupun jenisnya,” imbuh Edy. Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perindustrian Bobby Gafur Umar menjelaskan, secara umum pasar global sedang dalam fase kontraksi. Adanya perang dagang membuat China sebagai penghasil produk manufaktur terbesar di dunia kesulitan mengekspor produknya ke pasar utama seperti Amerika Serikat. Sebaliknya, China mengalihkan produk-produknya, termasuk keramik, ke negara lain seperti Indonesia. Rencana penerapan kebijakan BMAD untuk komoditas keramik pun didukung oleh Kadin. Apalagi, pemerintah dan KADI sudah melakukan penyelidikan serta kajian selama lebih dari satu setengah tahun terakhir. “Indonesia justru termasuk negara yang paling sedikit menggunakan tariff barier atau instrumen pengamanan lainnya yang sebenarnya sudah diatur oleh WTO,” jelas dia.
Baca Juga: Pemerintah Putuskan Kebijakan Harga Gas Murah untuk Industri Berlanjut Penerapan BMAD pun merupakan upaya untuk melindungi industri dalam negeri dari ancaman serbuan barang impor. Industri manufaktur dalam negeri bakal sulit bersaing jika produk impor terlalu dibiarkan merajalela melalui praktik unfair trade seperti dumping ataupun predatory pricing. Selain memangkas utilitas produksi dalam negeri, para karyawan juga terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). “Mudah-mudahan penerapan BMAD ini setidaknya bisa melindungi pasar pasar keramik domestik agar tidak terganggu oleh banjir impor,” pungkas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari