JAKARTA. Industri pulp dan kertas kian tertekan. Di saat harga kertas yang tak kunjung naik, bahan baku kayu terancam langka lantaran ada pembatasan ekspansi lahan sebagai konsekuensi penerapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gambut. Alhasil, margin untuk industri pulp dan kertas makin tipis. Sebagai gambaran, sejak awal tahun, harga jual kertas mencapai US$ 750 per ton. Nah memasuki pertengahan tahun ini, harga kertas turun menjadi US$ 600 per ton. Padahal idealnya, harga kertas seharusnya sebesar US$ 900 per ton. Pengusaha bubur kertas (pulp) dan kertas pun kian menjerit. Rusli Tan, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengatakan, kapasitas produksi industri pulp dan kertas saat ini tidak pernah penuh, hanya sekitar 70%. Penyebabnya, pasokan bahan baku berkurang drastis.
Selain itu, kekurangan bahan baku itu menyebabkan biaya produksi pulp dan kertas Indonesia tidak efisien. Rusli menyebut, biaya produksi pulp dan kertas mencapai US$ 400 per ton. Padahal biaya produksi harusnya bisa ditekan hingga US$ 330 ton, terutama jika pengusaha membeli bahan baku yang lokasinya tidak jauh. Solusinya, APKI meminta pemerintah mulai memetakan pemberian lokasi konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau Hutan Tanam Industri (HTI) di sekitar lokasi pabrik agar lebih efisien. "Satu ton pulp sama dengan lima kubik kayu. Pemerintah tinggal menghitung saja kebutuhan lahannya," kata Rusli, Rabu (24/9). Asal tahu saja, selama ini, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp dan kertas, pelaku usaha banyak membeli dari lokasi yang jauh. Misalnya, industri pulp dan kertas di Riau membeli bahan baku hingga ke Kalimantan. Bahkan ada industri yang impor kayu dari Selandia Baru, Vietnam, dan Kamboja. Menurut Rusli, idealnya yang efisien pembelian tidak boleh lebih dari radius 60 kilometer. Berharap membaik Beberapa produsen tidak berkutik terhadap kondisi ini. Kusnan Rahmin, Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mengatakan, harga kertas saat ini lebih banyak terpengaruh oleh kondisi ekonomi global. “Mendekati akhir tahun, pasar kertas terbesar dunia, seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Eropa, agak lesu, sehingga harga cenderung melemah,” kata Kusnan Rabu (24/9). Karena itu, untuk menjaga pangsa pasar dan mempertahankan kinerja tahun ini, Riau Pulp menyiapkan sejumlah strategi. Misalnya, saat pasar ekspor sedang sepi, perusahaan di bawah Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) ini mencoba memaksimalkan pasar di dalam negeri. Selain itu, dengan memproduksi office paper dan speciality paper, Riau Pulp membidik beberapa negara. Misalnya, India untuk produk kertas fotokopi. “Mudah-mudahan ekonomi dunia membaik awal tahun depan sehingga tren pasar pulih dan mendorong permintaan pulp dan kertas ,” harap Kusnan.
Saat ini, Riau Pulp memiliki kapasitas produksi pulp sebanyak 2,8 juta ton per tahun dan kapasitas produksi kertas sebanyak 820.000 ton per tahun. Tahun ini, perusahaan itu menargetkan produksi pulp mencapai 2,7 juta ton sampai 2,8 juta ton. Sedangkan target produksi kertas Riau Pulp 800.000 ton. Dari total produksi kertas Riau Pulp itu, sebanyak 70% di antaranya diekspor ke 75 negara di Asia Pasifik, Australia, dan China. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan kertas di dalam negeri. Kusnan mengakui, target produksi tahun ini sama seperti tahun 2013. Sebab, tren penggunaan kertas makin berkurang dengan maraknya penggunaan internet. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto