Industri keuangan memburu SUN



JAKARTA. Lelang surat utang negara (SUN), Selasa (12/4) banjir peminat. Pemerintah mengalami kelebihan permintaan hampir tiga kali dari target indikatif yang ditetapkan semula Rp 12 triliun.

Dalam lelang ini, total permintaan yang masuk mencapai Rp 32,03 triliun. Pemerintah kemudian memenangkan lelang sebesar Rp 18 triliun atau sesuai target maksimal. Seri FR0056 bertenor 10 tahun meraih permintaan paling tinggi, sebanyak Rp 11,09 triliun.

Seri yang jatuh tempo 15 September 2026 ini diserap Rp 6,6 triliun dengan yield rata-rata tertimbang 7,52%. Lalu seri FR0073 yang jatuh tempo 15 Mei 2031 mendapatkan permintaan Rp 10,08 triliun. Seri ini dimenangkan Rp 6,05 triliun dengan yield rata-rata tertimbang 7,79%.


Seri lain, SPN03160713 yang jatuh tempo 13 Juli 2016 mendapatkan permintaan senilai Rp 4,75 triliun. Pemerintah menyerap seri ini sebesar Rp 2 triliun dengan yield rata-rata tertimbang 5,47%.

Lainnya, seri SPN12170413 berjangka waktu satu tahun meraih permintaan Rp 3,04 triliun. Seri ini diserap Rp 2 triliun dengan yield rata-rata tertimbang 6,35%. Serta, seri FR0053 yang jatuh tempo 15 Juli 2021 menerima permintaan Rp 3,05 triliun.

Pemerintah memenangkan Rp 1,3 triliun dengan yield rata-rata tertimbang 7,32%.

Analis menilai, banyaknya industri keuangan non bank (IKNB) yang memburu SUN menjadi alasan ramainya lelang SUN kemarin. "Masih banyak institusi yang membutuhkan SUN untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang baru," ujar Akuntino Madhany, Analis Obligasi PT Asanusa Asset Management, Selasa (12/4).

Aturan yang dimaksud adalah POJK Nomor 1/POJK.05/2016 tentang Investasi SBN bagi lembaga jasa keuangan non bank yang diterbitkan Januari 2016. Aturan ini mengatur minimal investasi di SBN oleh industri asuransi, dana pensiun saja, lembaga penjaminan, badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) ketenagakerjaan serta BPJS kesehatan.

Selain itu, Akuntino menilai, investor juga tertarik memborong obligasi negara lantaran yield yang menarik. Dia menghitung, spread SUN masih lebih tinggi dibandingkan inflasi secara historis. "Rata-rata spread SUN bertenor 20 tahun dibandingkan inflasi mencapai 2,2%," ujar Akuntino.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie