Industri keuangan sibuk hitung iuran



JAKARTA. Mendekati tanggal 15 April 2014 mendatang, industri jasa keuangan Tanah Air sibuk menghitung iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ya, mau tidak mau, seluruh industri keuangan wajib menyetor iuran ke lembaga superbodi tersebut.

Mengutip Peraturan Pemerintah (PP) No.11 Tahun 2014 tentang pungutan industri keuangan oleh OJK, pembayaran iuran tahunan dilakukan empat tahap dalam setahun. Pembayaran pertama paling lambat jatuh di tanggal 15 April 2014. Iuran selanjutnya wajib dibayarkan paling lambat setiap tanggal 15 di bulan Juli, Oktober dan Desember.

Bagi industri keuangan bank dan non-bank, mencakup bank umum, bank perkreditan rakyat (BPR), asuransi, dan perusahaan pembiayaan, dikenakan pungutan sebesar 0,045% dari total aset. "Patokannya aset karena laba tidak pasti. Biaya pengawasan dilakukan OJK bukan ketika untung, tapi dalam kondisi apapun. Jika ada kesulitan keuangan, akan ada penyesuaian tarif," ujar Retno Ici, Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK.


Meskipun kewajiban membayar iuran OJK tinggal sebulan lagi, hingga kini, sebagian besar pelaku industri keuangan masih belum tahu-menahu perhitungan teknis iuran. Asal tahu saja, lembaga keuangan dikenakan iuran beragam. Pada Bab III pasal 6 PP pungutan OJK, pelaku industri yang melakukan lebih dari satu kegiatan usaha yang diawasi oleh OJK, wajib membayar biaya tahunan tertinggi di antara besaran pungutan dari setiap kegiatan usaha (lihat simulasi perhitungan iuran di Harian KONTAN 13 Maret 2014, hal 1).

"Saya belum tahu (perhitungan berdasarkan kegiatan). Iuran bank saja kira-kira Rp 165 miliar," ujar Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Rabu (12/3). Tapi sejatinya wajar jika banyak pelaku industri keuangan belum memahami aturan main pungutan OJK. Salah satu penyebabnya adalah minimnya sosialisasi.

Bahkan ada pelaku industri belum mendapat sosialisasi. "Saya belum bisa komentar. Sosialisasi untuk itu oleh OJK direncanakan pekan mendatang," ujar Hendrisman Rahim, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). Faktor lain yang membingungkan pelaku industri keuangan adalah belum terbitnya Peraturan OJK. "Aturan ini akan memberikan penjelasan secara teknis tentang poin-poin yang disebut di PP Pungutan OJK," jelas Retno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina