KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri logistik di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin rumit, terutama dalam konteks persaingan di sektor ekonomi digital. Salah satu isu utama yang disinyalir jadi penyebabnya adalah dominasi perusahaan asing dalam pangsa pasar logistik. Menurut data Asosiasi Logistik Digital Ekonomi Indonesia (ALDEI), beberapa perusahaan besar yang dikendalikan oleh entitas asing tercatat menguasai kurang lebih 70% pangsa pasar. Sementara ipelaku domestik hanya menguasai kurang lebih 30% sisa pangsa pasar. Sekretaris ALDEI Manorsa P. Tambunan menyoroti implikasi dari dominasi asing dalam lanskap industri logistik Indonesia. Menurutnya, dampak dari dominasi itu akan membuat persaingan tidak sehat karena akan terjadi perang harga.
“Perubahan signifikan ini mencakup dominasi pemain asing yang semakin besar merebut pangsa pasar, serta pergeseran struktur pasar menjadi oligopson di mana penentuan mitra logistik tidak lagi tergantung pada preferensi pengguna jasa (pembeli online), tetapi diatur oleh platform e-commerce,” kata Manorsa dalam keterangannya, Selasa (5/9). Menurut Manorsa, persaingan harga dalam industri kurir dalam beberapa tahun terakhir mengindikasikan adanya perang harga. Dimensi biaya sangat terkait dengan skala volume dalam industri ini, di mana pemain bermodal besar menerapkan strategi investasi massif untuk membangun kapasitas layanan dan menetapkan harga jual di bawah biaya produksi guna merebut pangsa pasar dan merugikan pelaku domestik Ia bilang, ada dua jenis harga dalam industri logistik, yaitu harga gross (published rate) dan harga net (harga diskon antara penjual dan pembeli). Kekurangan mekanisme pemantauan atas harga net, yang seharusnya sesuai dengan ketentuan Permenkominfo No. 1 tahun 2012 yang melarang harga jual di bawah harga pokok produksi, menghambat implementasi peraturan tersebut.
Baca Juga: Dewata Freight International (DEAL) Berhasil Tekan Rugi Hingga 20,11% Dia menambahkan, perang harga ini berdampak negatif pada para kurir. Menurutnya, tekanan harga rendah seringkali mengorbankan upah kurir, dengan perusahaan-perusahaan kurir beralih dari karyawan tetap menjadi mitra. Pasca-pemutusan hubungan kerja, penghasilan mereka tidak lagi dijamin sesuai UMP/UMK. Padahal, industri kurir memiliki jumlah pekerja yang signifikan, bisa mencapai ratusan ribu orang. Manorsa juga menekankan perlunya kesetaraan peluang dalam persaingan industri logistik. Menurutnya, pemerintah sebagai regulator memiliki peran penting untuk menjaga aturan bermain yang adil dalam lingkup bisnis di Indonesia danuntuk mencegah perang harga berlebihan dan melindungi semua pihak yang terlibat, termasuk pengusaha, konsumen dan pekerja di dalam industri ini.
Pemerintah sebenarnya telah menetapkan batasan kepemilikan asing maksimal 49% guna melindungi industri dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021. Namun, ada perusahaan kurir terbesar di Indonesia yang akan segera melakukan IPO di luar negeri menyatakan dengan jelas dalam prospektus mereka mengenai kepemilikan asing 100%. "Hal seperti ini tentu membutuhkan perhatian serius dari pihak berwenang," kata Monarsa. Ia juga khawatir dengan industri logistik yang sekarang sangat dikendalikan asing dan khawatir apabila informasi-informasi yang mereka dapat tidak dijaga degan benar dan disalah gunakan. ALDEI sebagai salah satu mitra Pemerintah, berharap agar Pemerintah dapat bertindak lebih tegas dan mengembalikan kedaulatan Perpres 49/2021 dengan menerapkan sanksi terhadap pelanggaran. "Ini guna melindungi semua aspek dari industri logistik kedepannya dan dapat memberikan peluang bagi pelaku domestik untuk bersaing dengan sehat." pungkas Manorsa. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk