JAKARTA. Industri makanan dan minuman menjadi sorotan pada perencanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Sebab, sektor itu mampu menyerap banyak tenaga kerja.Menteri Perindustrian M.S. Hidayat menuturkan, industri makanan dan minuman merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar dibanding sektor berbasis manufaktur lainnya. Pada 2010, industri di sektor itu menyerap pekerja hingga sebanyak 3,6 juta orang. Angka itu meningkat 3,28% dibanding 2009. Sektor itu juga menyumbang 22,3% dari total produksi manufaktur di koridor ekonomi Jawa.Dari segi pertumbuhan industri, sektor makanan dan minuman mengalami pertumbuhan yang relatif positif. Pada 2008 industri makanan/minuman/tembakau tercatat tumbuh 2,34% yang langsung melesat menjadi 11,22% pada 2009. Pada 2010 turun lagi menjadi 2,73% akibat perlambatan pertumbuhan lantaran imbas krisis ekonomi. Namun, angka pertumbuhan industri makanan dan minuman kembali naik menjadi 4,04% pada kuartal pertama 2011 dan 9,34% pada kuartal kedua di 2011.Hal itu tergambarkan dari angka impor bahan baku makanan minuman untuk industri yang masih tinggi. Pada 2006 tercatat impor bahan baku makanan dan minuman belum diolah untuk industri sebesar US$ 1,349 miliar. Angka itu meningkat menjadi US$ 2,087 miliar pada 2007, lalu naik lagi menjadi US$ 3,253 miliar pada 2008.Pada 2009 angka impor sempat turun menjadi US$ 2,640 miliar dan naik lagi menjadi US$ 3,074 miliar pada 2010. Khusus periode Januari-April 2011 tercatat angka impor sebesar US$1,305 miliar yang naik 21,90% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 1,071 miliar.Sementara itu, impor bahan baku makanan dan minuman olahan untuk industri pada 2006 sebesar US$ 909,1 juta. Angka itu meningkat menjadi US$ 1,496 miliar pada 2007, lalu turun menjadi US$1,174 miliar pada 2008.Pada 2009 angka impor sempat turun menjadi US$1,582 miliar dan naik lagi menjadi US$ 2,165 miliar pada 2010. Khusus periode Januari-April 2011 tercatat angka impor sebesar US$ 1,305 miliar yang naik 21,90% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 1,071 miliar.Melihat potensi penyerapan tenaga kerja dan angka impor bahan baku yang besar itu maka industri makanan minuman menjadi salah satu sektor yang akan dikembangkan pada koridor ekonomi Jawa. Diharapkan sektor industri itu dapat dikembangkan dengan nilai investasi sebesar Rp 32 triliun untuk periode 2011-2014 yang dijaring dari swasta.Oleh karena itu, Hidayat menambahkan, pemerintah menerapkan bea masuk untuk bahan baku tepung beras, kentang, susu, dan cokelat yang lebih rendah dibandingkan bea masuk produk hilir. Hal itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No241/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klarifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.Selain itu, pemerintah pun mengkaji kebijakan penurunan biaya bahan baku kemasan untuk peningkatan daya saing produk kemasan makanan minuman. Hal itu diatur melalui PMK No. 19 tahun 2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Produk-produk Tertentu Dalam Rangka Penurunan Bea Masuk untuk Bahan Baku Kemasan (polypropylene dan polyethylene).Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pun menjanjikan penyelesaian tol Trans Jawa dan jalan tol ruas terdalam untuk mempermudah konektivitas distribusi barang. Kira-kira, dana yang didapat dari hasil patungan pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), dan swasta sebesar Rp 189 triliun akan digunakan untuk infrastruktur jalan periode 2011-2014.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Industri makanan dan minuman jadi fokus MP3EI di Pulau Jawa
JAKARTA. Industri makanan dan minuman menjadi sorotan pada perencanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Sebab, sektor itu mampu menyerap banyak tenaga kerja.Menteri Perindustrian M.S. Hidayat menuturkan, industri makanan dan minuman merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar dibanding sektor berbasis manufaktur lainnya. Pada 2010, industri di sektor itu menyerap pekerja hingga sebanyak 3,6 juta orang. Angka itu meningkat 3,28% dibanding 2009. Sektor itu juga menyumbang 22,3% dari total produksi manufaktur di koridor ekonomi Jawa.Dari segi pertumbuhan industri, sektor makanan dan minuman mengalami pertumbuhan yang relatif positif. Pada 2008 industri makanan/minuman/tembakau tercatat tumbuh 2,34% yang langsung melesat menjadi 11,22% pada 2009. Pada 2010 turun lagi menjadi 2,73% akibat perlambatan pertumbuhan lantaran imbas krisis ekonomi. Namun, angka pertumbuhan industri makanan dan minuman kembali naik menjadi 4,04% pada kuartal pertama 2011 dan 9,34% pada kuartal kedua di 2011.Hal itu tergambarkan dari angka impor bahan baku makanan minuman untuk industri yang masih tinggi. Pada 2006 tercatat impor bahan baku makanan dan minuman belum diolah untuk industri sebesar US$ 1,349 miliar. Angka itu meningkat menjadi US$ 2,087 miliar pada 2007, lalu naik lagi menjadi US$ 3,253 miliar pada 2008.Pada 2009 angka impor sempat turun menjadi US$ 2,640 miliar dan naik lagi menjadi US$ 3,074 miliar pada 2010. Khusus periode Januari-April 2011 tercatat angka impor sebesar US$1,305 miliar yang naik 21,90% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 1,071 miliar.Sementara itu, impor bahan baku makanan dan minuman olahan untuk industri pada 2006 sebesar US$ 909,1 juta. Angka itu meningkat menjadi US$ 1,496 miliar pada 2007, lalu turun menjadi US$1,174 miliar pada 2008.Pada 2009 angka impor sempat turun menjadi US$1,582 miliar dan naik lagi menjadi US$ 2,165 miliar pada 2010. Khusus periode Januari-April 2011 tercatat angka impor sebesar US$ 1,305 miliar yang naik 21,90% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 1,071 miliar.Melihat potensi penyerapan tenaga kerja dan angka impor bahan baku yang besar itu maka industri makanan minuman menjadi salah satu sektor yang akan dikembangkan pada koridor ekonomi Jawa. Diharapkan sektor industri itu dapat dikembangkan dengan nilai investasi sebesar Rp 32 triliun untuk periode 2011-2014 yang dijaring dari swasta.Oleh karena itu, Hidayat menambahkan, pemerintah menerapkan bea masuk untuk bahan baku tepung beras, kentang, susu, dan cokelat yang lebih rendah dibandingkan bea masuk produk hilir. Hal itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No241/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klarifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.Selain itu, pemerintah pun mengkaji kebijakan penurunan biaya bahan baku kemasan untuk peningkatan daya saing produk kemasan makanan minuman. Hal itu diatur melalui PMK No. 19 tahun 2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Produk-produk Tertentu Dalam Rangka Penurunan Bea Masuk untuk Bahan Baku Kemasan (polypropylene dan polyethylene).Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pun menjanjikan penyelesaian tol Trans Jawa dan jalan tol ruas terdalam untuk mempermudah konektivitas distribusi barang. Kira-kira, dana yang didapat dari hasil patungan pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), dan swasta sebesar Rp 189 triliun akan digunakan untuk infrastruktur jalan periode 2011-2014.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News