KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri makanan dan minuman menolak usulan Asosiasi Produsen Syntetic Fiber Indonesia (APSyFI) terkait bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap polyethylene terephthalate (PET) sebesar 5%-26%. Adanya BMAD akan memberikan kerugian untuk industri makanan dan minuman juga negara. Sebelumnya, hasil dari investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) membuktikan memang ada dumping sehingga memerlukan kebijakan BMAD antara 5% sampai 26%. Usulan BMAD tersebut kemudian diajukan kepada Kementerian Perdagangan (Kemdag). Jurubicara Forum Lintas Asosiasi Industri Makanan dan Minuman (FLAIMM) Rachmat Hidayat menyatakan rekomendasi KADI ke Kemdag akan berimbas pada industri makanan dan minuman. Sejauh ini industri tersebut telah menyokong pertumbuhan ekonomi negara melalui pajak, devisa hasil ekspor, investor, dan penyerapan tenaga kerja. "Tahun 2016, industri makanan dan minuman sanggup mencatatkan nilai ekspor setara US$ 26,3 miliar atau surplus US$ 16,8 miliar”, ujar Rahmat Kamis (19/4).
Industri makanan dan minuman menolak bea masuk anti-dumping
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri makanan dan minuman menolak usulan Asosiasi Produsen Syntetic Fiber Indonesia (APSyFI) terkait bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap polyethylene terephthalate (PET) sebesar 5%-26%. Adanya BMAD akan memberikan kerugian untuk industri makanan dan minuman juga negara. Sebelumnya, hasil dari investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) membuktikan memang ada dumping sehingga memerlukan kebijakan BMAD antara 5% sampai 26%. Usulan BMAD tersebut kemudian diajukan kepada Kementerian Perdagangan (Kemdag). Jurubicara Forum Lintas Asosiasi Industri Makanan dan Minuman (FLAIMM) Rachmat Hidayat menyatakan rekomendasi KADI ke Kemdag akan berimbas pada industri makanan dan minuman. Sejauh ini industri tersebut telah menyokong pertumbuhan ekonomi negara melalui pajak, devisa hasil ekspor, investor, dan penyerapan tenaga kerja. "Tahun 2016, industri makanan dan minuman sanggup mencatatkan nilai ekspor setara US$ 26,3 miliar atau surplus US$ 16,8 miliar”, ujar Rahmat Kamis (19/4).