Industri makanan lokal desak ada harmonisasi



JAKARTA. Jelang pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) di 2015 nanti, industri makanan dan minuman domestik ingin minta tameng pelindung, yakni segera menerapkan harmonisasi regulasi yang setara dengan negara di Asia Tenggara.

Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Yusuf Hadi bilang, dengan regulasi yang sama, makin mudah bagi pelaku industri ekspansi ke negara tetangga. Sebab, sebelumnya jurang antara regulasi industri di sesama negara Asia Tenggara semakin menyempit.

Dengan regulasi yang serupa, produk buatan Indonesia bisa lancar masuk ke pasar ASEAN. "Dengan aturan yang seragam, kami tidak mengalami kesulitan menembus pasar baru," katanya ke KONTAN, Selasa (16/4).


Apalagi ekspor produk makanan minuman dari Indonesia ke pasar Asia Tenggara masih kecil, rata-rata sekitar 10% atau sekitar US$ 270 juta dari total pasar ekspor makanan Indonesia yang mencapai US$ 2,73 miliar di 2012.

Sebaliknya, impor makanan dari Asia Tenggara, seperti Singapura dan Malaysia, justru memakan porsi yang paling besar dari total impor makanan dan minuman Indonesia.  "Selain dari kedua negara itu, impor makanan dari Vietnam juga tumbuh signifikan," kata Yusuf.Persiapan AEC juga berlaku bagi industri makanan skala kecil dan menengah (IKM) yang masih punya keterbatasan, terutama dari skala produksi. Padahal mayoritas pelaku bisnis makanan domestik berasal dari IKM.

Nah untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki IKM ini, Yusuf bilang, inovasi produksi harus digenjot. Sebab, tak hanya potensi peningkatan ekspor, pintu impor yang masuk ke Indonesia pun sama besarnya. "Tanpa inovasi bakal sulit bertahan," ujar dia.

Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun menilai peningkatan kualitas industri makanan skala kecil lebih didorong ke arah pendampingan, termasuk untuk mengikuti sistem jaminan mutu dan keamanan pangan. "Industri kecil dan menengah memang masih harus dibantu mengatasi kelemahan," kata dia.

Apa lagi, saat ini, biaya produksi bagi industri makanan  terus naik. Sehingga, daya saing industri makanan lokal makin terjepit. Bila tidak mempersiapkan diri, potensi meningkatkan ekspor ini justru akan berbalik jadi ladang empuk bagi makanan impor.

Produk makanan lokal yang  berpotensi diekspor kebanyakan berupa produk turunan terigu, seperti biskuit dan mi. Sedangkan produk makanan dan minuman impor yang paling berpeluang masuk ke Indonesia adalah jenis produk berbahan baku daging. Ini tidak terlepas dari minimnya bahan baku yang bisa didapat dari dalam negeri sehingga memberi keuntungan bagi produsen asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon